Dalam catatan sejarah, nama "Bekasi" memiliki arti dan nilai sejarah
yang khas. Menurut Poerbatjaraka -, seorang ahli bahasa Sansekerta dan
Jawa Kuno - Asal mula kata Bekasi, secara filosofis, berasal dari kata
Chandrabhaga. Chandra berarti "bulan" (dalam bahasa Jawa Kuno, sama
dengan kata Sasi) dan Bhaga berarti "bagian". Jadi, secara etimologis
kata Chandrabhaga berarti bagian dari bulan. Kata Chandrabhaga berubah
menjadi Bhagasasi yang pengucapannya sering disingkat menjadi Bhagasi.
Kata Bhagasi ini dalam pelafalan bahasa Belanda seringkali ditulis
"Bacassie" kemudian berubah menjadi Bekasi hingga kini. Bekasi dikenal
sebagai "Bumi Patriot", yakni sebuah daerah yang dijaga oleh para
pembela tanah air. Mereka berjuang disini sampai titik darah penghabisan
untuk mempertahankan negeri tercinta dan merebut kemerdekaan dari
tangan penjajah. Ballada kepahlawanan tersebut tertulis dengan jelas
dalam setiap bait guratan puisi heroik Pujangga Besar Chairil Anwar yang
berjudul "Krawang - Bekasi".
Kini, Kabupaten Bekasi di usianya yang ke-57 tahun, banyak perubahan
yang telah terjadi dari masa ke masa. Menelusuri jejak sejarah
Kabupaten Bekasi, terungkap dalam rangkaian periodisasi kesejarahan
sebagai berikut:
(1) Masa Kerajaan.
(2) Masa Penjajahan Belanda.
(3) Masa Pendudukan Jepang
(4) Masa Persiapan Kemerdekaan
(5) Masa Terbentuknya Kabupaten Bekasi
(6) Masa Pemberontakan PKI
(7) Masa Pembangunan
(1) MASA KERAJAAN
A. Masa Kerajaan Tarumanegara
Daerah Bekasi berdasarkan beberapa bukti sejarah (berupa Prasasti
Tugu, Ciaruteun, Muara Cianten, Kebon Kopi, Jambu, Pasir Awi dan
Prasasti Cidangiang), diduga merupakan salah satu pusat Kerajaan
Tarumanegara. Pada masa itu Sang Maharaja Purnawarman telah menggali dua
buah# sungai, yakni sungai Chandrabhaga dan sungai Gomati yang
mengindikasikan mulai dibukanya lahan pertanian yang subur di daerah
ini. Kerajaan Tarumanegara mulai runtuh sekitar abad ke-7 dan ke-8
akibat serangan Kerajaan Sriwijaya. Setelah itu muncullah Kerajaan
Pajajaran yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap daerah Bekasi.
B. Masa Kerajaan Pajajaran (berdiri tahun 1255 Caka atau 1333 M)
Bekasi merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Pajajaran sebagai
salah satu pelabuhan sungai yang ramai dan penting artinya serta asset
yang berharga bagi Kerajaan Pajajaran, karena memiliki akses langsung
terhadap Pelabuhan Sunda Kelapa. Keramaian Pelabuhan Sunda Kelapa sangat
dipengaruhi oleh keberadaan Sungai Bekasi yang berfungsi sebagai
pelabuhan transit.
C. Masa Kerajaan Jayakarta
Daerah Bekasi ketika itu masih tetap merupakan pelabuhan transit
bagi pelabuhan Sunda Kelapa. Periode ini ditandai dengan jatuhnya Sunda
Kelapa ke tangan Fatahillah (Falatehan) kemudian namanya diganti menjadi
Jayakarta (artinya, kota yang mendapat kemenangan) pada tanggal 22 Juni
1527. Namun, Jayakarta akhimya jatuh ketangan VOC pada tanggal 30 Mei
1619. Sejak itulah, Jayakarta diubah namanya menjadi Kota "Batavia" clan
Bekasi menjadi bagian wilayah Batavia.
(2) MASA PENJAJAHAN BELANDA
Pada masa ini ada tiga babak sejarah penting yakni :
(a). Peristiwa Penyerbuan Kerajaan Mataram ke Batavia (1629)
Masa ini cukup memberikan warna sejarah dan sosial-budaya bagi
masyarakat Bekasi. Penyerbuan tentara Mataram ke Batavia telah memberi
peran khusus kepada daerah penyangga dengan dipersiapkannya
lumbung-Iumbung persediaan pangan. Penyerbuan tersebut berpengaruh
terhadap penamaan tempat (diantaranya adalah "Pekopen", "Babelan#"
Kampung Jawa" dan "Saung Ranggon"). Bahasa (karena tentara Mataram tak
hanya berasal dari Jawa Tengah saja, tapi juga Jawa Timur dan Jawa
Barat, maka di Bekasi berkembang bahasa Sunda, dialek Banten, Jawa atau
campurannya) dan karakteristik yang memperkaya seni budaya Bekasi,
seperti Wayang Wong, Wayang Kulit, Calung, Topeng dan lain-lain. Selain
itu juga, kesenian "ujungan" yang merupakan kesenian rakyat menampilkan
keberanian dan keterampilan, dengan instrumentalis yang dinamik dan
humoris, yang menggambarkan jiwa dan semangat masyarakat Bekasi yang
patriotik.
(b). Muncul "Tanah-Tanah Partikelir" pada akhir abad ke - 17 di
Daerah Bekasi dan sekitarnya. Sejak itulah, Bekasi dikenal sebagai
daerah tanah-tanah partekelir dengan beberapa wilayah "Kemandoran" dan
"Kademangan". Sistem penguasaan tanah partekelir ini menimbulkan
kesengsaraan yang amat meresahkan masyarakat. Puncak keresahan tersebut
ditandai dengan terjadinya peristiwa Pemberontakan Petani Bekasi di
Tambun tahun 1869.
(e). Periode Pemerintahan Hindia Belanda.
Sebagai akibat politik ekonomi liberal (Politik Ethis) dan
pelaksanaan Desentralisatie Wet, Bekasi kemudian menjadi salah satu
distrik di Regentschap Meester Cornelis berdasarkan Staatsblad 1925 No.
383 tertanggal 14 Agustus 1925. Regentschap Meester Cornelis terbagi
menjadi empat distrik, yaitu Meester Cornelis. Kebayoran, Bekasi dan
Cikarang. Saat itulah, Bekasi secara formal dikenal sebagai salah satu
ibukota pemerintahan setingkat dengan kewedanaan.
(3) MASA PENDUDUKAN JEPANG
Setelah Belanda takluk pada tanggal 8 Maret 1942 kepada Jepang. Pada
awalnya, Jepang disambut dengan suka cita tetapi kegembiraan rakyat
Bekasi ternyata hanya sekejap mata. Bahkan perlakuan Jepang dirasakan
lebih buruk dibandingkan penjajah sebelumnya diantaranya adanya praktek
romusha (kerja paksa) dan memaksa para pemuda mengikuti propaganda
melalui penetrasi kebudayaan Jepang dan mendirikan Barisan Pemuda Asia
Raya (Seperti Seinendan, Keibodan. Heiho dan tentara Pembela Tanah Air -
PETA). Selain itu. para pemuda Bekasi membentuk juga organisasi lain
seperti Gerakan Pemuda Islam Bekasi (GPIB), (tokohnya Marzuki Urmaini,
Muhayar, Angkut Abu Gozali, M. Husein Kamaly, Gusir) dan badan-badan
perjuangan, diantaranya Markas Perjuangan Hizbullah Sabilillah (MPHS),
yang dipimpin oleh KH. Noer Alie. Jepang pun mengubah sistem
pemerintahan dan penamaannya, diantaranya adalah Regenschap Meester
Cornelis berubah menjadi Jatinegara Ken, dan District Bekasi menjadi
Bekasi Gun.
(4) MASA PERJUANGAN KEMERDEKAAN
Kedatangan tentara Inggris yang diboncengi NICA (Belanda) memacu
pejuang pergerakan di Indonesia, khususnya Bekasi untuk memperkuat
pertahanan di wilayah sekitar Jakarta. Akibatnya terjadi peristiwa
sejarah perjuangan rakyat Bekasi, sebagai berikut : (1) Rapat Raksasa
Ikada; (2) Insiden Kali Bekasi; (3) TKR di Bekasi; (4) Bekasi Lautan
Api; (5) Penggabungan Badan Perjuangan dan Kelaskaran di Bekasi; (6)
Pertempuran di Tambun, Cibitung, Setu dan Kampung Sawah; (7) Peristiwa
Tambun; (8) Gerakan Plebisit Indonesia baik pada masa agresi militer I
dan II dan banyak lagi peristiwa-peristiwa heroik lainnya. Peristiwa
Perjuangan Kemerdekaan di Bekasi tersebut merupakan gambaran betapa
tingginya patriotisme rakyat Bekasi dalam membela tanah air. Oleh sebab
itu. Bekasi kemudian mendapat gelar terhormat sebagai "Bumi Patriot"
karena kenyataan sejarah membuktikan bahwa Bekasi merupakan daerah front
pertahanan Republik Indonesia yang menjadi saksi kepatriotan para
kesuma bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dilihat dari
sisi pemerintahan, Bekasi pada masa kemerdekaan ini masih merupakan
sebuah kewedanaan di dalam wilayah Kabupaten Jatinegara (1945-1950).
(5) MASA TERBENTUKNYA KABUPATEN BEKASI
Sejarah terbentuknya Kabupaten Bekasi dimulai dengan dibentuknya
"Panitia Amanat Rakyat Bekasi" yang dipelopori R. Supardi, M. Hasibuan,
KH. Noer Alie, Namin, Aminudin dan Marzuki Urmaini, yang menentang
keberadaan RIS- Pasundan dan menuntut berdirinya kembali Negara Kesatuan
RI. Selanjutnya diadakan Rapat Raksasa di Alun-alun Bekasi yang
dihadiri oleh sekitar 40.000 orang rakyat Bekasi pada tanggal 17
Pebruari 1950. Menyampaikan tuntutan Rakyat Bekasi yang berbunyi : satu:
Penyerahan kekuasaan Pemerintah Federal kepada Republik Indonesia. dua:
Pengembalian seluruh Jawa Barat kepada Negara Republik Indonesia. tiga:
Tidak mengakui lagi adanya pemerintahan di daerah Bekasi, selain
Pemerintahan Republik Indonesia. empat: Menuntut kepada Pemerintah agar
llama Kabupaten Jatinegara diganti menjadi Kabupaten Bekasi.mUpaya para
pemimpin Panitia Amanat Rakyat Bekasi untuk memperoleh dukungan dari
berbagai pihak terus dilakukan. Diantaranya mendekati para pemimpin
Masjumi, tokoh militer (Mayor Lukas Kustaryo dan Moh. Moefreini Mukmin)
di Jakarta. Pengajuan usul dilakukan tiga kali antarambulan Pebruari
sampai dengan bulan Juni 1950 hingga akhimya setelah dibicarakan dengan
DPR RIS, dan Mohammad Hatta menyetujuim penggantian nama "Kabupaten
Jatinegara" menjadi "KabupatenBekasi ". Persetujuan pembentukan
Kabupaten Bekasi semakin kuat setelah dikeluarkannya Undang-undang No.
14 Tahun 1950. Kabupaten Bekasi secara resmi dibentuk dan ditetapkan
tanggal 15 Agustus 1950 sebagai Hari Jadi Kabupaten Bekasi. Selanjutnya
pada tanggal 2 April 1960 Pusat Pemda Bekasi semula dipusatkan di
Jatinegara (sekarang Markas Kodim 0505 Jayakarta, Jakarta) dipindahkan
ke gedung baru Mustika Pura Kantor Pemda Bekasi yang terletak di Bekasi
Kaum JI. Jr. H. Juanda. Adapun daerah Hukum Kabupaten Jatinegara yang
selanjutnya menjadi Kabupaten Bekasi, yaitu :
1. Kewedanaan Bekasi, meliputi :
a. Kecamatan Bekasi terdiri atas 9 desa
b. Kecamatan Babelan terdiri atas 6 desa
c. Kecamatan Cilingcing terdiri atas 3 desa
d. Kecamatan Pondok Gede terdiri atas 7 desa
2. Kewedanaan Tambun, meliputi :
a. Kecamatan Tambun terdiri atas 8 desa
b. Kecamatan Setu terdiri atas 9 desa
c. Kecamatan Cibitung terdiri atas 7 desa
3. Kewedanaan Cikarang, meliputi;
a. Kecamatan Cikarang terdiri atas 7 desa
b. Kecamatan Lemah Abang terdiri atas 8 desa
c. Kecamatan Cibarusah terdiri atas 11 desa
4. Kewedanaan Serengseng, meliputi :
a. Kecamatan Sukatani terdiri atas 9 desa
b. Kecamatan Pebayuran terdiri atas 6 desa
c. Kecamatan Cabangbungin terdiri atas 5 desa
Dengan demikian, maka daerah Kabupaten Bekasi menurut wilayah
administrasi pemerintahan meliputi 4 kewedaan dengan 13 kecamatan yang
terdiri atas 95 desa. Pembagian wilayah administrasi pemerintahan ini
terabadikan dalam Lambang Daerah Kabupaten Bekasi yang ditetapkan dengan
Peraturan Daerah Nomor 12/P.D./’62 pada tanggal 20 Agustus 1962 dengan
sesanti. "SWATANTRA WIBAWA MUKTI" yang diartikan sebagai "Daerah yang
Mengurus Rumah Tangga Sendiri, Berpengaruh dan Jaya-Makmur".
(6) MASA PEMBERONTAKAN PKI
Periode ini ditandai dengan terjadinya upaya dominasi komunis
diberbagai daerah dengan tokoh utama PKI Bekasi, Abbas Djunaedi dan
Peristiwa G 30 S / PKI, serta upaya pemberantasan PKI oleh rakyat dan
pemuda Bekasi serta pihak keamanan yang bersatu padu menjaga keutuhan
bangsa dari rongrongan komunisme, diantaranya dibentuknya Komando Aksi
Tumpas (tokoh utamanya adalah Ki Agus Abdurachman (Pemuda Pancasila),
Dadang Hasbullah (Pemuda Muhammadiyah), Abdurachman Mufti, Ateng Siroj,
Muhtadi Muchtar (PH) dan Damanhuri Husein (Gerakan Pelajar Pancasila)
serta tokoh-tokoh lain dari unsur Gerakan Pemuda Anshor, IPNU, IPPNU,
IPM dan lain-lain), serta Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia
(KAPPI) Bekasi yang diketuai oleh Ateng Siroj dan Damanhuri Husein
sebagai sekretaris.
(7) MASA PEMBANGUNAN
Sebelum dilaksanakannya, Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap
Pertama (Repelita I) tahun 1969 - 1974 kondisi daerah Kabupaten Bekasi
masih sangat memprihatinkan; kemampuan pemerintah daerah sangat
terbatas, sedangkan keadaan masyarakat sangat tertinggal dan miskin,
lebih dari itu kondisi infra struktur, seperti jalan, jembatan,
pengairan, listrik, bahkan prasarana pendidikan dan kesehatan sangat
minim. Dengan demikian pilihan prioritas untuk memulai pembangunan
menjadi cukup sulit Pada awal dasawarsa enam puluhan Pemerintah Pusat
memulai pembangunan Saluran Induk Tarum Barat sebagai bagian dari
jaringan irigasi Jatiluhur. Pekerjaan tersebut diawali dengan pembuatan
saluran primer, kemudian saluran-saluran sekunder dan terakhir
saluran-saluran tertier. Sebagian besar dilakukan dengan pola Padat
Karya, sehingga sekaligus bisa mendatangkan penghasilan bagi masyarakat.
Memasuki tahapan pembangunan lima tahun pertama, yaitu semasa
kepemimpinan Bupati M. Soekat Soebandi, Pemerintah Pusat mulai
meluncurkan bantuan berturut-turut; tahun 1969 berupa Inpres Bantuan
Pembangunan Desa Rp. 100.000,- per desa, tahun 1970 berupa Inpres
bantuan prasarana jalan dan jembatan Rp. 50,- per kapita, tahun 1972
berupa Inpres Bantuan Pembangunan Gedung Sekolah Dasar dan tahun 1973
disusul pula dengan Inpres Bantuan Pembangunan Prasarana dan Penyediaan
Sarana Kesehatan. Pada tahun 1971 telah dibentuk pula Badan Perencanaan
Pembangunan Kabupaten (BAPPEMKA) Bekasi dengan Keputusan Gubernur Jawa
Barat No. 1/1971, yang sekarang dikenal sebagai Badan Perencana
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bekasi. Tahapan Pembangunan Lima
Tahun Kedua dan Ketiga praktis sepenuhnya di bawah kepemimpinan Bupati
H. Abdul Fatah. Pada masa itu seluruh pekerjaan jaringan Irigasi Tarum
Barat telah rampung dan dapat mengairi secara teknis dan setengah teknis
areal pesawahan seluas 30.000 Ha, dari luas keseluruhan 87.000 Ha.
Bersamaan dengan itu dilaksanakan pula Program Bimas, Inmas, Inmum,
Insus, dan pencetakan sawah yang disertai dengan pemberian kredit usaha
tani. Hasilnya setiap tahun Daerah Kabupaten Bekasi mengalami surplus
gabah, sehingga dapat menyumbang stock nasional dan sekaligus
mendudukannya menjadi salah satu lumbung padi Jawa Barat. Mulai tahun
1974 dikembangkan pula kebijakan perencanaan Jabotabek, dan Kabupaten
Bekasi terkait di dalamnya sebagai salah satu daerah penyangga dalam
system Metropolitan Jabotabek dan mendapat fungsi untuk pengembangan
industri dan permukiman dengan tetap mempertahankan fungsi pertanian.
Dengan dilaksanakanya kebijakan tersebut, investasi disektor industri
dan pemukiman, baik PMA, PMDA, maupun swasta nasional menjadi luas,
sehingga membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang besar bagi
masyarakat. Kedua momentum pembangunan tersebut dimanfaatkan dengan baik
oleh Pimpinan Daerah H. Abdul Fatah, sehingga pendapatan daerah
melonjak tajam dan seiring dengan itu kesejahteraan masyarakat
meningkat. Pada masa itu dibangun Kantor Pemerintah Daerah yang baru di
Jalan A. Yani No. 1 Bekasi, dibangun pula stadion, gedung olahraga dan
monument daerah, serta fasilitas-fasilitas umum lainnya. Pembangunan
infra struktur pun berlangsung amat cepat. Wal hasil berbagai kondisi
tersebut saling bersinergi satu sama lain sehingga kiprah pembangunan di
Kabupaten Bekasi menjadi sangat pesat. Terkenal pada saat itu Motto
pembangunan yang dicanangkan Bupati H. Abdul Fatah : setitik air dan
sejengkal tanah dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan
rakyat. Setelah selesai pengabdian dipemerintahan, beliau melanjutkan
pengabdiannya di masyarakat dengan memimpin Yayasan Pendidikan Islam
Empat Lima dan mendirikan Universitas Islam 45 (UNISMA). Tahapan
Pembangunan Lima Tahun Keempat dan Kelima bertepatan dengan masa
kepemimpinan Bupati H. Suko Martono. Pada masa itu pembangunan disektor
pertanian tetap signifikan. Namun perhatian yang lebih besar diberikan
pula kepada sector industri dan pemukiman. Disamping itu perhatian yang
besar juga dilakukan terhadap sektor perpasaran, yakni dengan melakukan
renovasi dan pembangunan pasar-pasar tradisional, serta memfasilitasi
pembangunan disektor keagamaan ditandai secara monumental dengan
pembangunan Islamic Centre dan pendirian Yayasan Nurul Iman yang sampai
saat ini dikelola beliau. Tahap Pembangunan Lima Tahun Keenam bertepatan
dengan kepemimpinan Bupati H. Mochammad Djamhari. Beliau memulai kiprah
pembangunannya dengan Motto "Back to Village" (Kembali kedesa) dengan
mengadakan berbagai proyek-proyek percontohan disektor pertanian.
Disamping itu kepada para investor perumahan dikenakan kewajiban untuk
menyediakan fasilitas pendidikan sekolah dasar dan lahan tempat
pemakaman umum. Pesatnya perkembangan pembangunan di Kabupaten Bekasi
mendorong Kota Administratif Bekasi menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II
Bekasi. Dengan diundangkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 1996 tanggal 18 Desember 1996 terbentuklah Kotamadya Daerah
Tingkat II Bekasi dengan Ibukota di Bekasi meliputi luas wilayah 21.000
Ha lebih terdiri atas 7 kecamatan, yakni : kecamatan-kecamatan; Bekasi
Utara, Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Jatiasih, Pondokgede
dan Bantargebang. Bupati H. Wikanda Darmawijaya memimpin Kabupaten
Bekasi menjelang dan memasuki masa reformasi. Pada tahun 1999 dengan
dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, maka system
pemerintahan daerah berubah, sehingga menempatkan DPRD di luar
Pemerintah Daerah, bahkan menjadi mitra yang sejajar dengan Pemerintah
Daerah. Pemerintahan Daerah diselenggarakan secara lebih otonom. Pada
masa transisi seperti ini eforia demokratisasi dan kebebasan cenderung
mengemuka, namun berkat kerjasama yang baik antara DPRD dan Pemerintah
Daerah semua itu dapat dilalui dengan mulus. Bahkan bersama DPRD tekad
Bupati H. Wikanda Darmawijaya untuk membangun Daerah Kabupaten Bekasi
yang bernuansa agamis dapat dirumuskan dengan visi " Manusia Unggul yang
Agamis Berbasis Agri Bisnis dan Industri Berkelanjutan ". Wujud
aplikasinya ditandai dengan, mengembangkan program Posyandu Unggul,
penghapusan lahan prostitusi " Malvinas " yang dialihkan pemanfaatannya
untuk bangunan Rumah Sakit Daerah dan pembangunan Masjid, juga
pemberantasan buta huruf AI-Qur#an. Pada masa kepemimpinan Bupati H.
Wikanda Darmawijaya tersebut Peraturan Daerah Nomor 82 Tahun 1998
tanggal 28 Desember 1998 tentang Pemindahan lbukota Kabupaten Daerah
Tingkat II Bekasi mulai dilaksanakan. Pada saat mengakhiri masa
jabatannya beliau telah berhasil membangun Gedung DPRD dan bangunan
induk gedung Kantor Pemerintah Daerah serta bangunan perlengkapannya
berupa Masjid di Desa Sukamahi Kecamatan Cikarang Pusat. Pembangunan
gedung-gedung Pusat Pemerintahan Daerah Kabupaten Bekasi tersebut
dilanjutkan oleh Bupati berikutnya yakni Drs. H.M. Saleh Manaf. Bahkan
pada masa beliau gedung-gedung tersebut mulai difungsikan, sehingga
praktis pemerintahan daerah Kabupaten Bekasi mulai dikendalikan dan
pusat pemerintahan yang baru ini. Bersamaan dengan itu gedung-gedung
pusat pemerintahan yang lama diserahkan kepada Pemerintah Kota Bekasi
dengan imbalan sejumlah dana yang dibayarkan secara angsuran. Pada masa
pemerintahan Bupati Drs. H.M. Saleh Manaf juga terjadi pemekaran wilayah
kecamatan dari 15 kecamatan menjadi 23 kecamatan, sesuai dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 26 Tahun 2004 , tentang
Pemekaran Kecamatan di Daerah Kabupaten Bekasi. Kepemimpinan Bupati Drs.
H.M. Saleh Manaf dan Wakil Bupati Drs. H. Solihin Sari hanya
berlangsung selama 2 (dua) tahun, sejak diberhentikannya kedua pejabat
tersebut telah diangkat Drs. H. Tenny Wishramwan, M.Si sebagai Penjabat
Bupati Bekasi untuk melaksanakan tugas memimpin penyelenggaraan
pemerintahan daerah Kabupaten Bekasi. Saat ini sedang dilaksanakan
berbagai persiapan dalam rangka pemilihan Kepala Desa pada 165 desa.
Sementara itu dengan selesainya proses hukum yang berkaitan dengan
pemberhentikan kedua pejabat tersebut telah selesai maka selanjutnya
pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang defenitif dapat
diselenggarakan.
I. DAFTAR NAMA BUPATI KEPALA DAERAH DAN KETUA DPRD KABUPATEN BEKASI
Bupati dan Kepala Daerah Kabupaten Bekasi
1). Periode (1949 -- 1951) Bupati Bekasi dijabat oleh R. Suhandan Umar
2). Tahun (1951) selama 3 (tiga) bulan Jabatan sementara Bupati Bekasi selama 3 (tiga bulan adalah KH. Noer Alie).
3). Periode (1951 -- 1958) Bupati Bekasi dijabat oleh R. Sampoerno Kolopaking
4). Periode (1958- 1960) Bupati Bekasi dijabat oleh RMKS Prawira
Adiningrat. Kepala Daerah Swatantra Tk. II Bekasi dijabat oleh Nausan.
5). Periode (1960 -- 1967) Jabatan Bupati dan Jabatan Kepala Daerah
Swatantra Tk. II Bekasi dijabat dan dirangkap oleh Maun alias Ismaun.
6). Periode (1967 - 1973) Bupati / Kepala Daerah Tk. II Bekasi dijabat oleh MS. Soebandi.
7). Periode (1973 -1978 dan 1978 - 1983) Bupati / Kepala Daerah Tk. II Bekasi, dijabat oleh H. Abdul Fatah.
8). Periode (1983 - 1988 dan 1988- 1993) Bupati / Kepala Daerah Tk. II Bekasi, dijabat oleh H. Suko Martono.
9). Periode (1993- 1998) Bupati / Kepala Daerah Tk. II Bekasi, dijabat oleh H. Moch Djamhari.
10). periode ( 1998-2003) Bupati bekasi dijabat oleh H. Wikanda darmawijaya
11) periode(2003-2006 ) Bupati Bekasi dijabat oleh H. Saleh Manaf
12). periode (2006-2001) Bupati Bekasi dijabat oleh H. Sa'dudin
(diambil dari berbagai sumber )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar