Selasa, 31 Desember 2013

SEJARAH KOTA BEKASI

Berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 1950 terbentuklah Kabupaten Bekasi, dengan wilayah terdiri dari 4 kewedanaan, 13 kecamatan (termasuk Kec. Cibarusah) dan 95 desa. Angka-angka tersebut secara simbolis diungkapkan dalam lambang Kabupaten Bekasi dengan motto "SWATANTRA WIBAWA MUKTI". Pada tahun 1960 kantor Kabupaten Bekasi berpindah dari Jatinegara ke Kota Bekasi (Jl. Ir. H Juanda). Kemudian pada tahun 1982, pada saat Bupati dijabat oleh Bapak H. Abdul Fatah gedung perkantoran Pemda Kabupaten Bekasi kembali dipindahkan ke Jl. A. Yani No.1 Bekasi.
Pesatnya perkembangan Kecamatan Bekasi menuntut dimekarkannya kecamatan Bekasi menjadi Kota Administratif Bekasi yang terdiri atas 4 kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1981, yaitu kecamatan Bekasi Timur, Bekasi Selatan, Bekasi Barat, dan Bekasi Utara, yang seluruhnya meliputi 18 Kelurahan dan 8 desa. Peresmian Kota Administratif Bekasi dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 April 1982, dengan walikota pertama dijabat oleh Bapak H. Soedjono. Tahun 1988 Walikota Bekasi dijabat oleh Bapak Drs. Andi Sukardi hingga tahun 1991, kemudian digantikan oleh Bapak Drs. H Khailani AR hingga tahun 1997.

Pada perkembangannya Kota Administratif Bekasi terus bergerak dengan cepat. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan roda perekonomian yang semakin bergairah. Sehingga status kotif Bekasi pun kembali ditingkatkan menjadi Kotamadya (sekarang "Kota") melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 1996.

Pejabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi saat itu adalah Drs. H. Khailani AR, selama satu tahun, selanjutnya berdasarkan hasil pemilihan terhitung mulai tanggal 23 Februari 1998 Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi definitif dijabat oleh Bapak Drs. H. Nonon Sonthanie.


Lambang Daerah Kota Bekasi

Melalui Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor : 01 Tahun 1998 disahkanlah lambang daerah Kota Bekasi. Lambang tersebut berbentuk perisai dengan warna dasar hijau muda dan biru langit yang berarti harapan masa depan dan keluasan wawasan serta jernih pikiran. Sesanti " KOTA PATRIOT " artinya adalah semangat pengabdian dalam perjuangan bangsa.



Di dalam Lambang Daerah tersebut terdapat lukisan-lukisan yang merupakan unsur-unsur sebagai berikut :

a. Bambu runcing berujung lima yang berdiri tegak dengan kokoh mempunyai 2 (dua) makna :

- Melambangkan hubungan vertikal Mahluk dengan Khaliknya (Manusia dengan Tuhannya) yang mencerminkan masyarakat Bekasi yang religius.

- Melambangkan semangat patriotisme rakyat Bekasidalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Bangsa dan Negara yang tidak kenal menyerah sehingga Bekasi menyandang predikat sebagai Kota Patriot.

b. Perisai segi lima melambangkan ketahanan fisik dan mental masyarakat Bekasi dalam menghadapi segala macam ancaman, gangguan, halangan dan tantangan yang datang dari manapun juga terhadap kelangsungan hidup Bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

c. Segi empat melambangkan Prasasti Perjuangan Kerawang Bekasi.

d. Pilar Batas Wilayah.

e. Padi dan Buah-buahan melambangkan jumlah Kecamatan dan Kelurahan / Desa pada saat membentuk Kota Bekasi.

- Buah-buahan berjumlah 7 (tujuh) besar dan 1 (satu) kecil melambangkan 7 Kecamatan ; Pondok Gede, Jati Asih, Bantar Gebang, Bekasi Timur, Bekasi Selatan, Bekasi Barat dan Bekasi Utara serta 1 Kecamatan Pembantu ; Jati Sampurna.

- Padi berjumlah 50 (lima puluh) butir melambangkan 50 Kelurahan / Desa.

f. Tali Simpul berjumlah 10 (sepuluh) yang mengikat ujung tangkai padi dan buah-buahan melambangkan tanggal Hari Jadi, 3 (tiga) buah Anak Tangga penyangga Bambu Runcing melambangkan bulan Hari Jadi Kota Bekasi.

g. Dua baris Gelombang Laut atau Riak Air melambangkan dinamika Masyarakat dan Pemerintah Daerah yang tidak akan pernah berhenti membangun Daerah dan Bangsanya.


Sedangkan warna-warna dalam Lambang Daerah mengandung makna sebagai berikut :


Kuning : Kemuliaan dan menunjukkan daerah Pemukiman.


Biru Langit : Keluasan wawasan dan kejernihan pikiran serta menunjukkan zone Industri.


Putih : Kesucian perjuangan.


Merah : Keberanian untuk berkorban serta menunjukkan daerah Pertanian dan Hortikultura.


Hijau Muda : Harapan masa depan serta menunjukkan daerah Pertanian dan Hortikultura


Hitam : Ketegaran patriot sejati.

SEJARAH SINGKAT KABUPATEN BEKASI

Dalam catatan sejarah, nama "Bekasi" memiliki arti dan nilai sejarah yang khas. Menurut Poerbatjaraka -, seorang ahli bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno - Asal mula kata Bekasi, secara filosofis, berasal dari kata Chandrabhaga. Chandra berarti "bulan" (dalam bahasa Jawa Kuno, sama dengan kata Sasi) dan Bhaga berarti "bagian". Jadi, secara etimologis kata Chandrabhaga berarti bagian dari bulan. Kata Chandrabhaga berubah menjadi Bhagasasi yang pengucapannya sering disingkat menjadi Bhagasi. Kata Bhagasi ini dalam pelafalan bahasa Belanda seringkali ditulis "Bacassie" kemudian berubah menjadi Bekasi hingga kini. Bekasi dikenal sebagai "Bumi Patriot", yakni sebuah daerah yang dijaga oleh para pembela tanah air. Mereka berjuang disini sampai titik darah penghabisan untuk mempertahankan negeri tercinta dan merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Ballada kepahlawanan tersebut tertulis dengan jelas dalam setiap bait guratan puisi heroik Pujangga Besar Chairil Anwar yang berjudul "Krawang - Bekasi".
Kini, Kabupaten Bekasi di usianya yang ke-57 tahun, banyak perubahan yang telah terjadi dari masa ke masa. Menelusuri jejak sejarah Kabupaten Bekasi, terungkap dalam rangkaian periodisasi kesejarahan sebagai berikut:
(1) Masa Kerajaan.
(2) Masa Penjajahan Belanda.
(3) Masa Pendudukan Jepang
(4) Masa Persiapan Kemerdekaan
(5) Masa Terbentuknya Kabupaten Bekasi
(6) Masa Pemberontakan PKI
(7) Masa Pembangunan

(1) MASA KERAJAAN

A. Masa Kerajaan Tarumanegara
Daerah Bekasi berdasarkan beberapa bukti sejarah (berupa Prasasti Tugu, Ciaruteun, Muara Cianten, Kebon Kopi, Jambu, Pasir Awi dan Prasasti Cidangiang), diduga merupakan salah satu pusat Kerajaan Tarumanegara. Pada masa itu Sang Maharaja Purnawarman telah menggali dua buah# sungai, yakni sungai Chandrabhaga dan sungai Gomati yang mengindikasikan mulai dibukanya lahan pertanian yang subur di daerah ini. Kerajaan Tarumanegara mulai runtuh sekitar abad ke-7 dan ke-8 akibat serangan Kerajaan Sriwijaya. Setelah itu muncullah Kerajaan Pajajaran yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap daerah Bekasi.
B. Masa Kerajaan Pajajaran (berdiri tahun 1255 Caka atau 1333 M)
Bekasi merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Pajajaran sebagai salah satu pelabuhan sungai yang ramai dan penting artinya serta asset yang berharga bagi Kerajaan Pajajaran, karena memiliki akses langsung terhadap Pelabuhan Sunda Kelapa. Keramaian Pelabuhan Sunda Kelapa sangat dipengaruhi oleh keberadaan Sungai Bekasi yang berfungsi sebagai pelabuhan transit.
C. Masa Kerajaan Jayakarta
Daerah Bekasi ketika itu masih tetap merupakan pelabuhan transit bagi pelabuhan Sunda Kelapa. Periode ini ditandai dengan jatuhnya Sunda Kelapa ke tangan Fatahillah (Falatehan) kemudian namanya diganti menjadi Jayakarta (artinya, kota yang mendapat kemenangan) pada tanggal 22 Juni 1527. Namun, Jayakarta akhimya jatuh ketangan VOC pada tanggal 30 Mei 1619. Sejak itulah, Jayakarta diubah namanya menjadi Kota "Batavia" clan Bekasi menjadi bagian wilayah Batavia.

(2) MASA PENJAJAHAN BELANDA

Pada masa ini ada tiga babak sejarah penting yakni :
(a). Peristiwa Penyerbuan Kerajaan Mataram ke Batavia (1629)
Masa ini cukup memberikan warna sejarah dan sosial-budaya bagi masyarakat Bekasi. Penyerbuan tentara Mataram ke Batavia telah memberi peran khusus kepada daerah penyangga dengan dipersiapkannya lumbung-Iumbung persediaan pangan. Penyerbuan tersebut berpengaruh terhadap penamaan tempat (diantaranya adalah "Pekopen", "Babelan#" Kampung Jawa" dan "Saung Ranggon"). Bahasa (karena tentara Mataram tak hanya berasal dari Jawa Tengah saja, tapi juga Jawa Timur dan Jawa Barat, maka di Bekasi berkembang bahasa Sunda, dialek Banten, Jawa atau campurannya) dan karakteristik yang memperkaya seni budaya Bekasi, seperti Wayang Wong, Wayang Kulit, Calung, Topeng dan lain-lain. Selain itu juga, kesenian "ujungan" yang merupakan kesenian rakyat menampilkan keberanian dan keterampilan, dengan instrumentalis yang dinamik dan humoris, yang menggambarkan jiwa dan semangat masyarakat Bekasi yang patriotik.
(b). Muncul "Tanah-Tanah Partikelir" pada akhir abad ke - 17 di
Daerah Bekasi dan sekitarnya. Sejak itulah, Bekasi dikenal sebagai daerah tanah-tanah partekelir dengan beberapa wilayah "Kemandoran" dan "Kademangan". Sistem penguasaan tanah partekelir ini menimbulkan kesengsaraan yang amat meresahkan masyarakat. Puncak keresahan tersebut ditandai dengan terjadinya peristiwa Pemberontakan Petani Bekasi di Tambun tahun 1869.

(e). Periode Pemerintahan Hindia Belanda.
Sebagai akibat politik ekonomi liberal (Politik Ethis) dan pelaksanaan Desentralisatie Wet, Bekasi kemudian menjadi salah satu distrik di Regentschap Meester Cornelis berdasarkan Staatsblad 1925 No. 383 tertanggal 14 Agustus 1925. Regentschap Meester Cornelis terbagi menjadi empat distrik, yaitu Meester Cornelis. Kebayoran, Bekasi dan Cikarang. Saat itulah, Bekasi secara formal dikenal sebagai salah satu ibukota pemerintahan setingkat dengan kewedanaan.

(3) MASA PENDUDUKAN JEPANG
Setelah Belanda takluk pada tanggal 8 Maret 1942 kepada Jepang. Pada awalnya, Jepang disambut dengan suka cita tetapi kegembiraan rakyat Bekasi ternyata hanya sekejap mata. Bahkan perlakuan Jepang dirasakan lebih buruk dibandingkan penjajah sebelumnya diantaranya adanya praktek romusha (kerja paksa) dan memaksa para pemuda mengikuti propaganda melalui penetrasi kebudayaan Jepang dan mendirikan Barisan Pemuda Asia Raya (Seperti Seinendan, Keibodan. Heiho dan tentara Pembela Tanah Air - PETA). Selain itu. para pemuda Bekasi membentuk juga organisasi lain seperti Gerakan Pemuda Islam Bekasi (GPIB), (tokohnya Marzuki Urmaini, Muhayar, Angkut Abu Gozali, M. Husein Kamaly, Gusir) dan badan-badan perjuangan, diantaranya Markas Perjuangan Hizbullah Sabilillah (MPHS), yang dipimpin oleh KH. Noer Alie. Jepang pun mengubah sistem pemerintahan dan penamaannya, diantaranya adalah Regenschap Meester Cornelis berubah menjadi Jatinegara Ken, dan District Bekasi menjadi Bekasi Gun.

(4) MASA PERJUANGAN KEMERDEKAAN
Kedatangan tentara Inggris yang diboncengi NICA (Belanda) memacu pejuang pergerakan di Indonesia, khususnya Bekasi untuk memperkuat pertahanan di wilayah sekitar Jakarta. Akibatnya terjadi peristiwa sejarah perjuangan rakyat Bekasi, sebagai berikut : (1) Rapat Raksasa Ikada; (2) Insiden Kali Bekasi; (3) TKR di Bekasi; (4) Bekasi Lautan Api; (5) Penggabungan Badan Perjuangan dan Kelaskaran di Bekasi; (6) Pertempuran di Tambun, Cibitung, Setu dan Kampung Sawah; (7) Peristiwa Tambun; (8) Gerakan Plebisit Indonesia baik pada masa agresi militer I dan II dan banyak lagi peristiwa-peristiwa heroik lainnya. Peristiwa Perjuangan Kemerdekaan di Bekasi tersebut merupakan gambaran betapa tingginya patriotisme rakyat Bekasi dalam membela tanah air. Oleh sebab itu. Bekasi kemudian mendapat gelar terhormat sebagai "Bumi Patriot" karena kenyataan sejarah membuktikan bahwa Bekasi merupakan daerah front pertahanan Republik Indonesia yang menjadi saksi kepatriotan para kesuma bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dilihat dari sisi pemerintahan, Bekasi pada masa kemerdekaan ini masih merupakan sebuah kewedanaan di dalam wilayah Kabupaten Jatinegara (1945-1950).
(5) MASA TERBENTUKNYA KABUPATEN BEKASI
Sejarah terbentuknya Kabupaten Bekasi dimulai dengan dibentuknya "Panitia Amanat Rakyat Bekasi" yang dipelopori R. Supardi, M. Hasibuan, KH. Noer Alie, Namin, Aminudin dan Marzuki Urmaini, yang menentang keberadaan RIS- Pasundan dan menuntut berdirinya kembali Negara Kesatuan RI. Selanjutnya diadakan Rapat Raksasa di Alun-alun Bekasi yang dihadiri oleh sekitar 40.000 orang rakyat Bekasi pada tanggal 17 Pebruari 1950. Menyampaikan tuntutan Rakyat Bekasi yang berbunyi : satu: Penyerahan kekuasaan Pemerintah Federal kepada Republik Indonesia. dua: Pengembalian seluruh Jawa Barat kepada Negara Republik Indonesia. tiga: Tidak mengakui lagi adanya pemerintahan di daerah Bekasi, selain Pemerintahan Republik Indonesia. empat: Menuntut kepada Pemerintah agar llama Kabupaten Jatinegara diganti menjadi Kabupaten Bekasi.mUpaya para pemimpin Panitia Amanat Rakyat Bekasi untuk memperoleh dukungan dari berbagai pihak terus dilakukan. Diantaranya mendekati para pemimpin Masjumi, tokoh militer (Mayor Lukas Kustaryo dan Moh. Moefreini Mukmin) di Jakarta. Pengajuan usul dilakukan tiga kali antarambulan Pebruari sampai dengan bulan Juni 1950 hingga akhimya setelah dibicarakan dengan DPR RIS, dan Mohammad Hatta menyetujuim penggantian nama "Kabupaten Jatinegara" menjadi "KabupatenBekasi ". Persetujuan pembentukan Kabupaten Bekasi semakin kuat setelah dikeluarkannya Undang-undang No. 14 Tahun 1950. Kabupaten Bekasi secara resmi dibentuk dan ditetapkan tanggal 15 Agustus 1950 sebagai Hari Jadi Kabupaten Bekasi. Selanjutnya pada tanggal 2 April 1960 Pusat Pemda Bekasi semula dipusatkan di Jatinegara (sekarang Markas Kodim 0505 Jayakarta, Jakarta) dipindahkan ke gedung baru Mustika Pura Kantor Pemda Bekasi yang terletak di Bekasi Kaum JI. Jr. H. Juanda. Adapun daerah Hukum Kabupaten Jatinegara yang selanjutnya menjadi Kabupaten Bekasi, yaitu :
1. Kewedanaan Bekasi, meliputi :
a. Kecamatan Bekasi terdiri atas 9 desa
b. Kecamatan Babelan terdiri atas 6 desa
c. Kecamatan Cilingcing terdiri atas 3 desa
d. Kecamatan Pondok Gede terdiri atas 7 desa

2. Kewedanaan Tambun, meliputi :
a. Kecamatan Tambun terdiri atas 8 desa
b. Kecamatan Setu terdiri atas 9 desa
c. Kecamatan Cibitung terdiri atas 7 desa

3. Kewedanaan Cikarang, meliputi;
a. Kecamatan Cikarang terdiri atas 7 desa
b. Kecamatan Lemah Abang terdiri atas 8 desa
c. Kecamatan Cibarusah terdiri atas 11 desa

4. Kewedanaan Serengseng, meliputi :
a. Kecamatan Sukatani terdiri atas 9 desa
b. Kecamatan Pebayuran terdiri atas 6 desa
c. Kecamatan Cabangbungin terdiri atas 5 desa

Dengan demikian, maka daerah Kabupaten Bekasi menurut wilayah administrasi pemerintahan meliputi 4 kewedaan dengan 13 kecamatan yang terdiri atas 95 desa. Pembagian wilayah administrasi pemerintahan ini terabadikan dalam Lambang Daerah Kabupaten Bekasi yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 12/P.D./’62 pada tanggal 20 Agustus 1962 dengan sesanti. "SWATANTRA WIBAWA MUKTI" yang diartikan sebagai "Daerah yang Mengurus Rumah Tangga Sendiri, Berpengaruh dan Jaya-Makmur".

(6) MASA PEMBERONTAKAN PKI
Periode ini ditandai dengan terjadinya upaya dominasi komunis diberbagai daerah dengan tokoh utama PKI Bekasi, Abbas Djunaedi dan Peristiwa G 30 S / PKI, serta upaya pemberantasan PKI oleh rakyat dan pemuda Bekasi serta pihak keamanan yang bersatu padu menjaga keutuhan bangsa dari rongrongan komunisme, diantaranya dibentuknya Komando Aksi Tumpas (tokoh utamanya adalah Ki Agus Abdurachman (Pemuda Pancasila), Dadang Hasbullah (Pemuda Muhammadiyah), Abdurachman Mufti, Ateng Siroj, Muhtadi Muchtar (PH) dan Damanhuri Husein (Gerakan Pelajar Pancasila) serta tokoh-tokoh lain dari unsur Gerakan Pemuda Anshor, IPNU, IPPNU, IPM dan lain-lain), serta Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI) Bekasi yang diketuai oleh Ateng Siroj dan Damanhuri Husein sebagai sekretaris.

(7) MASA PEMBANGUNAN
Sebelum dilaksanakannya, Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap Pertama (Repelita I) tahun 1969 - 1974 kondisi daerah Kabupaten Bekasi masih sangat memprihatinkan; kemampuan pemerintah daerah sangat terbatas, sedangkan keadaan masyarakat sangat tertinggal dan miskin, lebih dari itu kondisi infra struktur, seperti jalan, jembatan, pengairan, listrik, bahkan prasarana pendidikan dan kesehatan sangat minim. Dengan demikian pilihan prioritas untuk memulai pembangunan menjadi cukup sulit Pada awal dasawarsa enam puluhan Pemerintah Pusat memulai pembangunan Saluran Induk Tarum Barat sebagai bagian dari jaringan irigasi Jatiluhur. Pekerjaan tersebut diawali dengan pembuatan saluran primer, kemudian saluran-saluran sekunder dan terakhir saluran-saluran tertier. Sebagian besar dilakukan dengan pola Padat Karya, sehingga sekaligus bisa mendatangkan penghasilan bagi masyarakat. Memasuki tahapan pembangunan lima tahun pertama, yaitu semasa kepemimpinan Bupati M. Soekat Soebandi, Pemerintah Pusat mulai meluncurkan bantuan berturut-turut; tahun 1969 berupa Inpres Bantuan Pembangunan Desa Rp. 100.000,- per desa, tahun 1970 berupa Inpres bantuan prasarana jalan dan jembatan Rp. 50,- per kapita, tahun 1972 berupa Inpres Bantuan Pembangunan Gedung Sekolah Dasar dan tahun 1973 disusul pula dengan Inpres Bantuan Pembangunan Prasarana dan Penyediaan Sarana Kesehatan. Pada tahun 1971 telah dibentuk pula Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten (BAPPEMKA) Bekasi dengan Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 1/1971, yang sekarang dikenal sebagai Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bekasi. Tahapan Pembangunan Lima Tahun Kedua dan Ketiga praktis sepenuhnya di bawah kepemimpinan Bupati H. Abdul Fatah. Pada masa itu seluruh pekerjaan jaringan Irigasi Tarum Barat telah rampung dan dapat mengairi secara teknis dan setengah teknis areal pesawahan seluas 30.000 Ha, dari luas keseluruhan 87.000 Ha. Bersamaan dengan itu dilaksanakan pula Program Bimas, Inmas, Inmum, Insus, dan pencetakan sawah yang disertai dengan pemberian kredit usaha tani. Hasilnya setiap tahun Daerah Kabupaten Bekasi mengalami surplus gabah, sehingga dapat menyumbang stock nasional dan sekaligus mendudukannya menjadi salah satu lumbung padi Jawa Barat. Mulai tahun 1974 dikembangkan pula kebijakan perencanaan Jabotabek, dan Kabupaten Bekasi terkait di dalamnya sebagai salah satu daerah penyangga dalam system Metropolitan Jabotabek dan mendapat fungsi untuk pengembangan industri dan permukiman dengan tetap mempertahankan fungsi pertanian. Dengan dilaksanakanya kebijakan tersebut, investasi disektor industri dan pemukiman, baik PMA, PMDA, maupun swasta nasional menjadi luas, sehingga membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang besar bagi masyarakat. Kedua momentum pembangunan tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Pimpinan Daerah H. Abdul Fatah, sehingga pendapatan daerah melonjak tajam dan seiring dengan itu kesejahteraan masyarakat meningkat. Pada masa itu dibangun Kantor Pemerintah Daerah yang baru di Jalan A. Yani No. 1 Bekasi, dibangun pula stadion, gedung olahraga dan monument daerah, serta fasilitas-fasilitas umum lainnya. Pembangunan infra struktur pun berlangsung amat cepat. Wal hasil berbagai kondisi tersebut saling bersinergi satu sama lain sehingga kiprah pembangunan di Kabupaten Bekasi menjadi sangat pesat. Terkenal pada saat itu Motto pembangunan yang dicanangkan Bupati H. Abdul Fatah : setitik air dan sejengkal tanah dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Setelah selesai pengabdian dipemerintahan, beliau melanjutkan pengabdiannya di masyarakat dengan memimpin Yayasan Pendidikan Islam Empat Lima dan mendirikan Universitas Islam 45 (UNISMA). Tahapan Pembangunan Lima Tahun Keempat dan Kelima bertepatan dengan masa kepemimpinan Bupati H. Suko Martono. Pada masa itu pembangunan disektor pertanian tetap signifikan. Namun perhatian yang lebih besar diberikan pula kepada sector industri dan pemukiman. Disamping itu perhatian yang besar juga dilakukan terhadap sektor perpasaran, yakni dengan melakukan renovasi dan pembangunan pasar-pasar tradisional, serta memfasilitasi pembangunan disektor keagamaan ditandai secara monumental dengan pembangunan Islamic Centre dan pendirian Yayasan Nurul Iman yang sampai saat ini dikelola beliau. Tahap Pembangunan Lima Tahun Keenam bertepatan dengan kepemimpinan Bupati H. Mochammad Djamhari. Beliau memulai kiprah pembangunannya dengan Motto "Back to Village" (Kembali kedesa) dengan mengadakan berbagai proyek-proyek percontohan disektor pertanian. Disamping itu kepada para investor perumahan dikenakan kewajiban untuk menyediakan fasilitas pendidikan sekolah dasar dan lahan tempat pemakaman umum. Pesatnya perkembangan pembangunan di Kabupaten Bekasi mendorong Kota Administratif Bekasi menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi. Dengan diundangkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1996 tanggal 18 Desember 1996 terbentuklah Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi dengan Ibukota di Bekasi meliputi luas wilayah 21.000 Ha lebih terdiri atas 7 kecamatan, yakni : kecamatan-kecamatan; Bekasi Utara, Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Jatiasih, Pondokgede dan Bantargebang. Bupati H. Wikanda Darmawijaya memimpin Kabupaten Bekasi menjelang dan memasuki masa reformasi. Pada tahun 1999 dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, maka system pemerintahan daerah berubah, sehingga menempatkan DPRD di luar Pemerintah Daerah, bahkan menjadi mitra yang sejajar dengan Pemerintah Daerah. Pemerintahan Daerah diselenggarakan secara lebih otonom. Pada masa transisi seperti ini eforia demokratisasi dan kebebasan cenderung mengemuka, namun berkat kerjasama yang baik antara DPRD dan Pemerintah Daerah semua itu dapat dilalui dengan mulus. Bahkan bersama DPRD tekad Bupati H. Wikanda Darmawijaya untuk membangun Daerah Kabupaten Bekasi yang bernuansa agamis dapat dirumuskan dengan visi " Manusia Unggul yang Agamis Berbasis Agri Bisnis dan Industri Berkelanjutan ". Wujud aplikasinya ditandai dengan, mengembangkan program Posyandu Unggul, penghapusan lahan prostitusi " Malvinas " yang dialihkan pemanfaatannya untuk bangunan Rumah Sakit Daerah dan pembangunan Masjid, juga pemberantasan buta huruf AI-Qur#an. Pada masa kepemimpinan Bupati H. Wikanda Darmawijaya tersebut Peraturan Daerah Nomor 82 Tahun 1998 tanggal 28 Desember 1998 tentang Pemindahan lbukota Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi mulai dilaksanakan. Pada saat mengakhiri masa jabatannya beliau telah berhasil membangun Gedung DPRD dan bangunan induk gedung Kantor Pemerintah Daerah serta bangunan perlengkapannya berupa Masjid di Desa Sukamahi Kecamatan Cikarang Pusat. Pembangunan gedung-gedung Pusat Pemerintahan Daerah Kabupaten Bekasi tersebut dilanjutkan oleh Bupati berikutnya yakni Drs. H.M. Saleh Manaf. Bahkan pada masa beliau gedung-gedung tersebut mulai difungsikan, sehingga praktis pemerintahan daerah Kabupaten Bekasi mulai dikendalikan dan pusat pemerintahan yang baru ini. Bersamaan dengan itu gedung-gedung pusat pemerintahan yang lama diserahkan kepada Pemerintah Kota Bekasi dengan imbalan sejumlah dana yang dibayarkan secara angsuran. Pada masa pemerintahan Bupati Drs. H.M. Saleh Manaf juga terjadi pemekaran wilayah kecamatan dari 15 kecamatan menjadi 23 kecamatan, sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 26 Tahun 2004 , tentang Pemekaran Kecamatan di Daerah Kabupaten Bekasi. Kepemimpinan Bupati Drs. H.M. Saleh Manaf dan Wakil Bupati Drs. H. Solihin Sari hanya berlangsung selama 2 (dua) tahun, sejak diberhentikannya kedua pejabat tersebut telah diangkat Drs. H. Tenny Wishramwan, M.Si sebagai Penjabat Bupati Bekasi untuk melaksanakan tugas memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten Bekasi. Saat ini sedang dilaksanakan berbagai persiapan dalam rangka pemilihan Kepala Desa pada 165 desa. Sementara itu dengan selesainya proses hukum yang berkaitan dengan pemberhentikan kedua pejabat tersebut telah selesai maka selanjutnya pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang defenitif dapat diselenggarakan.

I. DAFTAR NAMA BUPATI KEPALA DAERAH DAN KETUA DPRD KABUPATEN BEKASI
Bupati dan Kepala Daerah Kabupaten Bekasi
1). Periode (1949 -- 1951) Bupati Bekasi dijabat oleh R. Suhandan Umar
2). Tahun (1951) selama 3 (tiga) bulan Jabatan sementara Bupati Bekasi selama 3 (tiga bulan adalah KH. Noer Alie).
3). Periode (1951 -- 1958) Bupati Bekasi dijabat oleh R. Sampoerno Kolopaking
4). Periode (1958- 1960) Bupati Bekasi dijabat oleh RMKS Prawira Adiningrat. Kepala Daerah Swatantra Tk. II Bekasi dijabat oleh Nausan.
5). Periode (1960 -- 1967) Jabatan Bupati dan Jabatan Kepala Daerah Swatantra Tk. II Bekasi dijabat dan dirangkap oleh Maun alias Ismaun.
6). Periode (1967 - 1973) Bupati / Kepala Daerah Tk. II Bekasi dijabat oleh MS. Soebandi.
7). Periode (1973 -1978 dan 1978 - 1983) Bupati / Kepala Daerah Tk. II Bekasi, dijabat oleh H. Abdul Fatah.
8). Periode (1983 - 1988 dan 1988- 1993) Bupati / Kepala Daerah Tk. II Bekasi, dijabat oleh H. Suko Martono.
9). Periode (1993- 1998) Bupati / Kepala Daerah Tk. II Bekasi, dijabat oleh H. Moch Djamhari.
10). periode ( 1998-2003) Bupati bekasi dijabat oleh H. Wikanda darmawijaya
11) periode(2003-2006 ) Bupati Bekasi dijabat oleh H. Saleh Manaf
12). periode (2006-2001) Bupati Bekasi dijabat oleh H. Sa'dudin

(diambil dari berbagai sumber )

:::::::::KALI ABANG:::::

Kaliabang. Tau dah mana nyeng bener. Apa itu Kaliabang atawa Kali Abang (dipisain Kali dan Abang). Tapi nyeng jelas orang nyebutnya Kaliyabang. Itu nama kampung nyeng ada di gutekan bla-elor / bla-ilir Bekasi.
Ada Kaliabang Tengah, Kaliabang Nangka dan Kaliabang Bungur. Itu tiga Kampung Kaliabang nyeng rada gedean/rada lebaran/rada loasan. Masih ada Kaliabang nyeng laennya. Ada Kaliabang Poncol, Kaliabang Jalan Lori, Kaliabang Rorotan, Kaliabang Pengarengan, Kaliabang Udik (Kaliabang nyeng rada ngidul dikit ) ,Kaliabang Ilir, rada bla-ilir/bla-elor.
Pokoknya semua kampung disituh wajibulhak di depannya ada kata Kaliabang. Kaliabang nyeng laen, nyeng rada kecil-kecil antaranya ; Kaliabang Gaga, Kaliabang Gatet, Kaliabang Bulak Tengkek, Kaliabang Bulak Macan, Kaliabang Bulak Sentul, Kaliabang Bulak Samar, Kaliabang Lokomotip (dulunya Kaliabang Kokokbeluk), Kaliabang Rawa Silem, Kaliabang kepuh dan lain-lain nyeng semuanya kaga afdol kalu di depan kampungnya ora ada kala Kaliabang.
Dari dulu orang Kaliabang ini udah nyohor tuh penduduknya banyak nyeng alim-alim alias banyak ustadz, banyak guru ngaji, banyak kiayi yang kesemuanya disebut para alim ulama. Sebut aja dah Kiayi Haji Muhtar Tabronih.
Di Kaliabang Nangka ada guru Haji Aluwih, guru Haji Anwar, guru Kiayi Haji Aminudin Muhtar, Kiayi Haji Aminuloh Muhtar, Kiayi haji Isomudin Muhtar, Kiayi haji Isomuloh Muhtar. Ke’empatnya anak kandung Kiayi Haji Muhtar tabronih.
Di Kaliabang Tengah nyeng kampungnya nyambung ama Kaliabang Jalan Lori ada Kiayi Haji Syairin, Kiayi Haji Aluwih (laen dari Kiayi Haji Aluwih nyeng di Kaliabang Nangka ).
Ada guru Tibuh, guru Jaini, guru Soleh, guru Abduloh, guru Haji Dulmalik, guru Haji Dulmu’ti, guru Haji Mardani dan guru-guru laennyah.
Begitunya pula di Kalibang Bungur, ada Kiayi Haji Abdul Hamid, Kiayi Haji Mat Nur, guru Haji Yasin, guru Haji Muntaha, Guru Haji Jabel.
Ngomongin guru ngaji nyeng ada di Kaliabang, kaya ngga ada abis-abisah. Emangah kalu boleh kita sebut Kaliabang adalah gudangah Ilmu agama, gudangah guru ngaji. Belon lagi kalu kita nyebrang ke tetangga deketnya Kampung Kaliabang yaitu kampung Ujung Malang (sekarang dirubah jadi Ujung Harapan). Disituh ada dedengkotnya ulama, Pahlawan Nasional Almaghfurlah Kiayi Haji Noer Ali.
Apa nyeng bisa kita ambil dari Kampung Kaliabang-Kaliabang ini?

1. Orang Kaliabang udah nyohor ama ilmu agamanya, sehingga banyak para pencari ilmu mukim alias mondok di Kampung ini.

2. Orang dari mana-mana pengen bebesan/mungut mantu orang Kaliabang. Bae itu mantu wadon atawa mantu lanang, dengan arepan bisa nularin ilmunya ama anak cucunyah.

3. Orang Kaliabang rata-rata (dulunya) orang kaya. Ukuran kayanya adalah punya sawah lebar, kebon lebar, punya piaraan sampi, kebo, kambing ma ayam. Kali-kali bee anakah pada gampang numpang makan.

4. Orang Kaliabang pada pinter usaha, bae itu tani atawa dagang, atawa menjadi guru ngaji nanti di rumah mertuanya. Makanya kaga aneh kalu banyak guru-guru ngaji di selebar jagat Bekasi adalah kelahiran Kaliabang.

Sembage catetan kalu para kepala-kepala Kantor Urusan Agama (KUA/Kecamatan) di Kota dan kabupaten Bekasi, lebih dari sepuluh orang. Semoga bermunapa’at.

(Kong Guntur Elmogas)

:::::::: NAMA KAMPUNG NYENG BROBAH:::::::::::

:::::::: NAMA KAMPUNG NYENG BROBAH:::::::::::

Pada kata mulanya pasti “pulau”. Pulau bagi umumnya di Indonesia pasti daratan nyeng ada di tengah-tengah aer laut. Tapi bagi orang Bekasi Pulau adalah kampung kecil nyeng ada di tengah-tengah sawah nyeng luas ngampar.
Tapi itu kata “pulau” grobah pelan-pelan jadi kata “pulo”. Mangkanya di Bekasi, kalu ada kampung pulo, maka asal mu’asalnya itu kampung adanya di tengah-tengah tegalan sawah. Jangan arep Pulo di Bekasi ada pantai-nya.
Biasanya jalan nyeng ngarah ke kampung itu cumen galengan-galengan sawah nyeng lebarnya kaga lebih dari setengah meter.
Banyak banget kampung Pulo di Bekasi dan Betawi. Sebut aja dah PULOGADUNG. Dan PULOGEBANG di Betawi.
Di Bekasi ada PULO ASEM, PULO DAMAR, PULOKUKUN, PULOSIRIH, PULOPUTER, PULOTIMAHA.
Kaga bareng sembagenya, Teluk juga ora ada lautnya. Au dari mana asal mu’asalnya sebutan “Teluk” jadi “Plok”.
Teluk Buyung, kaga ada hubungananah ama orang dari Minangkabo. Sebutannya Plokbuyung.
Alkisah dulunya mah Kampung Ujung Malang. Tapi oleh Almaghfurlah Baba Kiayi Haji Nur’Ali semasa hidupnya pengen kampung kelahirannya ada pengen mbawa keberkahan. Maka dientoglah pada satu acara mulidan di satu musolla. “ Kampung ini namanya kudu robah dari UJUNG MALANG jadi UJUNG HARAPAN. Semoga dengen perobahan ini banyak pengharepan kita bakal jadi nyata di kumdian hari, “ demikian kata pemuka agama pemuka masyarakat Bekasi ini.
Kampung berikutnya adalah Kampung LOKOMOTIP nyeng awalnya bernama Kampung KOKOKBELUK. Sebab arti kata kokokbeluk adalah nama semacem jin setan marakayangan. Tapi penulis ge’ kaga paham kalu dirobah jadi Lokomotip. Mumkin lokomotip artinya nyeng ngebawa di depan, atawa penuntun jalan, atawa kendaraan nyeng paling keker. Syahdan nyeng mula-mulain namain itu juga penulis kaga tau. Apakah Aji Baihaki Bin Haji Ahmad Itiyyah, atawa Haji Hidayatulloh Bin Haji Abdul Jalil, atawa mungkin juga kesepaketan dari beberapa orang termuka.
Kampung Rawa, tau-tau sekarang namanya nambah jadi Kampung “Rawa Silam Indah”. Di Kampung ini emang banyak tokoh-tokoh masyarakat. Ada Baba Aji Uho Suhendi, orang Cianjur nyeng punya bini orang situ asli, nyeng udah kedagingan tinggal di Rawa Silem. Ada Mamanda Haji Muhtadi Bin Haji Rinjan, sembage tokoh pendidikan. Ada pula Baba Haji Muhammad Ri’an. Ada juga Kakanda Haji Mawardi Espedeh, nyeng mimpin sekolahan. Mumkin orang-orang besar ini bermipakat supaya nama kampungnya diganti, biar punya masa depan kali ya ! Tapi baguslah, nama RAWA SILAM INDAH tentu jauh jauh lebih indah ketimbang KAMPUNG RAWA.
Pada mulanya Kampung Kaliabang Nangka Kidul. Tapi kerna kampungnya rada mencil alias nyeglik dekdewek, maka Baba Haji Komarudin, Baba Haji Jenal Aripin ama Baba Haji Madinah Bin Haji Anwar suatu kutika berempug mu ada niat ngrobah dia punya kampung. Tau dari mana mereka puny aide dinamailah itu Kampung “TEGAL MERINTIS”. Emang sih kaya kaya Kampungnya Ki Lurah Semar Kudapawana. Bang Edi Supriyatna Bin Haji Komar menampik “ Bagen dah nama itu nyeng nyohor, daripada kaga diakuin’” tangkisnya.
Begitupun Kampung Kaliabang Tengah Kidul, namanya berobah menjadi Kaliabang Jalan Lori. Mumkin kerna dulunya di sekitar situ ada bekas jalan lori (kereta dorong peninggalan jaman penjajahan). Itu juga apa kata Tuan Syafrudin Bin Muh Tibuh, atawa kata Haji Nurdin Bin Haji Muh Soleh. Atawa mumkin juga idenya Ustadz Haji Abdul Manap Bin Haji Matnur. Tapi “Alhamdulillah” semoga semuanya ngebawa kebarokahan. Amin.

(Nyeng Nulis Kong Guntur Elmogas)

Kamis, 31 Oktober 2013

ngraih kesuksesan emang ora mudah.. tp mempertahankn kesuksesan jg ora gampang...!
pepatah ntu kudunya kita jadiin acuan dalam sgala hal, salah satunya yng skarang kita jalanin...
cape, lelah, bosen, jenuh, ntu kadang kita rasain..dantr kadang rasa ntu jg nyang bisa ngejadiin kita ora bisa mempertahanin apa yng udah kita dapet.
nyooo kita pertahanin apa yng udah kita dapet...
nyooo kita guyub rempug lg......
By : Ladins 
 
Punya Grup ini,saya masuk dalem grup bukan nyari makanan,bukan nyari musuan,kaga nyari kerongkahan,ora mau jauh dr kesederhanaan,ora suka maen kataan,ora pengen aus pujian,,kaga resep ama cacian,nyeng sayah mao,nyeng kita pengen,mari sama-samaan bergandengan tangan satu tujuan,,,kita cuma cr sedaraan ama kebersamaan,,kita cuman aus kegirangan,,ora kurang, boleh lebih kalu positipmah..bukan begini daraaaaakuuuuuh???Meet wayahgini bae semuaaaaa....alapuyuuuh..
By Fatimah Abir
 
"NSBB DAN PEMUDA"

Ari ini tgl 28 tpat 85 taun nyang lalu tlah lahir dari tangan" pemuda pertiwi sebuah ikrar suci..yaitu SUMPAH PEMUDA..nyang udah nyatuin semua golongan mnjdi satu kesatuan nyang sulit terpisahkan.
Coba kita longok kblakang....BUNG TOMO,di umur 25 taun udah mengobarkan semangat juang rakyat surabaya.PANGERAN DIPONOGORO nyang umurah msih sangat muda 21taun memimpin tampuk kerajaan mengusir penjajah.bahkan Seorang KAPTEN PATIMURA rela mngobarkan nyawa nyah demi membawa rakyat maluku pada kemerdekaan.beliau menghembuskan Napas trakhir di usia 37 taun.BEKASI ge punya seorang pemuda pemberani nyang rela bergerilya dari utan ke utan.nyang dengan kegigihan nyah buat para penjajah keder..sampe Beliau di juluki "MACAN KARAWANG-BEKASI".ya beliau adalah ALM.ALMAGHFURULLAH K.H.NOER ALI,pemuda dari UJUNG MALANG.

Sedara..
Udah blon kita bisa menghargai jasa" MEREKA,,
Bisa ora kita memaknai dan mengaplikasikan semangat SUMPAH PEMUDA pd keidupan kita se ari".coba tundukin pala kita barang timbang Sebentar buat renungin apah nyang udah kita buat.kaga usah muluk",kaga usah tinggi" (tar alu jatoh ora bisa bngun lagi takutah).ontong dlu kita ngmong soal negara..buat daerah kita bee dlu,apah nyang dah kita buat,buat BEKASI..apah coba!!!

Udah saatnyah kita bersatu..
Udah wktunyah kita guyub..

Melalui forum komunitas NSBB inih,,
nyo..kita bersatu liwat bahasa..nyang blah wetan,blah kulon,blah elor,ampe blah kidul (Ora pake u blakangah ya dara).
NYO...nyang jauh ngedeket..nyang deket makin rapet(kata bang Zhames)

sebab menurut Bpk.Mohammad Yamin, salah satu tokoh pencetus lahirnyah SUMPAH PEMUDA.nyang menjadi faktor pemersatu bangsa slah satunyah adalah BAHASA.(ngiat postingan bang Nanang).
mulai lebah inih mah ontong songkan bedebat bahasa..kita udah tau basa bekasi itu apa,nooh..baca di file ge dah.ora syah jelasin lgi.kita tau di bekasi ada nyang asli betawi,ada nyang kcampur sunda,ada nyang kcampur jawa.(baca di file ama di blog NSBB).semua mnjadi satu bahasa yaitu BAHASA BEKASI.mulai leba ini ontong pake rongkah.ontong pake sombong.ayo bersatu liwat basa kita dara.
Nyo..kita rapetin barisan (kata baba kenzi).buang rasa malu,buang rasa delit,degil(kata abang Akenk).disini kita kaga beda"in..nyang kaya,nyang miskin,nyang muda/tua nyang penting kita tau etika dlm pergaula.disinih Bukan tempat menghina antar suku dan agama (no SARA,kata mpo fatimah).abang empo harus tau...disinih tempat buat orang" nyang mau berkarya buat BUDAYA BEKASI.

Nyo ah..abang mpo...kita bareng guyub.syah di Mari ge orang baru.nyang syah rasain lebih uplek kongko di dunia nyata ketimbang kcombrang di dumay doang mah.ya..mungkin abang mpo pada sibuk tapi abong ora bisa nyempetin waktu acan" mah buat ngamprok barang timbang se-ari kaga.apanan nyambung silaturahmi nilainyah ibadah.klu udah ngrasain ngamprok bareng mah Pasti lebih punya rasa keterikatan nyang mangkin dalem.ora Usah mikir kejauhan,ontong pake mikir orang blah sonoh bae Nyang kumpul.kita semua sama.sperti kata mpo Q cot "NSBB ADALAH KELUARGA BESAR."

Buat baba ketua,baba wakil serta Jajarannyah..mohon Maaf Alu ora izin dulu.doa dan harapan syah sma ama bg ladin semoga para pengurus dan Anggota nyang udah ngukut Partisisapi(ehh..mangap,,klacopan syah).nyang udah berpartisipasi ora kenal kata lelah trus semangat.bosen, cape adalah hal nyang manusiawi.tpi mudah"an Allah SWT.trus sllu mnyemangati kita untuk bekasi

""BEKASI BERSATULAH....."

"JAYA NSBB KU..."
"JAYALAH NEGERIKU..."

Udah dulu syah numpang nyorat-nyoret nyah jeriji syah dah pada kapalan inih...

SALAM HORMAT SYAH BUAT PARA PENGURUS...
SALAM HORMAT SAYAH BUAT SEMUA ANGGOTA...DAN
SALAM MANIS BUAT NYANG BACA..

NANAN...........!!!!!!!!!!!

*coretan inih nyontek dari berbagai Sumber. 
"NSBB DAN PEMUDA"

Ari ini tgl 28 tpat 85 taun nyang lalu tlah lahir dari tangan" pemuda pertiwi sebuah ikrar suci..yaitu SUMPAH PEMUDA..nyang udah nyatuin semua golongan mnjdi satu kesatuan nyang sulit terpisahkan.
Coba kita longok kblakang....BUNG TOMO,di umur 25 taun udah mengobarkan semangat juang rakyat surabaya.PANGERAN DIPONOGORO nyang umurah msih sangat muda 21taun memimpin tampuk kerajaan mengusir penjajah.bahkan Seorang KAPTEN PATIMURA rela mngobarkan nyawa nyah demi membawa rakyat maluku pada kemerdekaan.beliau menghembuskan Napas trakhir di usia 37 taun.BEKASI ge punya seorang pemuda pemberani nyang rela bergerilya dari utan ke utan.nyang dengan kegigihan nyah buat para penjajah keder..sampe Beliau di juluki "MACAN KARAWANG-BEKASI".ya beliau adalah ALM.ALMAGHFURULLAH K.H.NOER ALI,pemuda dari UJUNG MALANG.

Sedara..
Udah blon kita bisa menghargai jasa" MEREKA,,
Bisa ora kita memaknai dan mengaplikasikan semangat SUMPAH PEMUDA pd keidupan kita se ari".coba tundukin pala kita barang timbang Sebentar buat renungin apah nyang udah kita buat.kaga usah muluk",kaga usah tinggi" (tar alu jatoh ora bisa bngun lagi takutah).ontong dlu kita ngmong soal negara..buat daerah kita bee dlu,apah nyang dah kita buat,buat BEKASI..apah coba!!!

Udah saatnyah kita bersatu..
Udah wktunyah kita guyub..

Melalui forum komunitas NSBB inih,,
nyo..kita bersatu liwat bahasa..nyang blah wetan,blah kulon,blah elor,ampe blah kidul (Ora pake u blakangah ya dara).
NYO...nyang jauh ngedeket..nyang deket makin rapet(kata bang Zhames)

sebab menurut Bpk.Mohammad Yamin, salah satu tokoh pencetus lahirnyah SUMPAH PEMUDA.nyang menjadi faktor pemersatu bangsa slah satunyah adalah BAHASA.(ngiat postingan bang Nanang).
mulai lebah inih mah ontong songkan bedebat bahasa..kita udah tau basa bekasi itu apa,nooh..baca di file ge dah.ora syah jelasin lgi.kita tau di bekasi ada nyang asli betawi,ada nyang kcampur sunda,ada nyang kcampur jawa.(baca di file ama di blog NSBB).semua mnjadi satu bahasa yaitu BAHASA BEKASI.mulai leba ini ontong pake rongkah.ontong pake sombong.ayo bersatu liwat basa kita dara.
Nyo..kita rapetin barisan (kata baba kenzi).buang rasa malu,buang rasa delit,degil(kata abang Akenk).disini kita kaga beda"in..nyang kaya,nyang miskin,nyang muda/tua nyang penting kita tau etika dlm pergaula.disinih Bukan tempat menghina antar suku dan agama (no SARA,kata mpo fatimah).abang empo harus tau...disinih tempat buat orang" nyang mau berkarya buat BUDAYA BEKASI.

Nyo ah..abang mpo...kita bareng guyub.syah di Mari ge orang baru.nyang syah rasain lebih uplek kongko di dunia nyata ketimbang kcombrang di dumay doang mah.ya..mungkin abang mpo pada sibuk tapi abong ora bisa nyempetin waktu acan" mah buat ngamprok barang timbang se-ari kaga.apanan nyambung silaturahmi nilainyah ibadah.klu udah ngrasain ngamprok bareng mah Pasti lebih punya rasa keterikatan nyang mangkin dalem.ora Usah mikir kejauhan,ontong pake mikir orang blah sonoh bae Nyang kumpul.kita semua sama.sperti kata mpo Q cot "NSBB ADALAH KELUARGA BESAR."

Buat baba ketua,baba wakil serta Jajarannyah..mohon Maaf Alu ora izin dulu.doa dan harapan syah sma ama bg ladin semoga para pengurus dan Anggota nyang udah ngukut Partisisapi(ehh..mangap,,klacopan syah).nyang udah berpartisipasi ora kenal kata lelah trus semangat.bosen, cape adalah hal nyang manusiawi.tpi mudah"an Allah SWT.trus sllu mnyemangati kita untuk bekasi

""BEKASI BERSATULAH....."

"JAYA NSBB KU..."
"JAYALAH NEGERIKU..."

Udah dulu syah numpang nyorat-nyoret nyah jeriji syah dah pada kapalan inih...

SALAM HORMAT SYAH BUAT PARA PENGURUS...
SALAM HORMAT SAYAH BUAT SEMUA ANGGOTA...DAN
SALAM MANIS BUAT NYANG BACA..

NANAN...........!!!!!!!!!!!

*coretan inih nyontek dari berbagai Sumber. 
By : Ipunk Kaka
 

Kamis, 17 Oktober 2013

LEGENDA ‘BEGUNDAL’ KARAWANG-BEKASI



Wartawan Tempo Ali Anwar pernah mewawancarai sosok misterius Kapten Lukas Kustario pada 1992.
BOLA mata Brigadir Jenderal Purnawirawan Lukas Kustario yang bulat itu berkaca-kaca tatkala saya pada 1992 meminta dia menjelaskan posisi dirinya dalam peristiwa pembantaian terhadap 431 penduduk oleh tentara Belanda di Rawa Gede, Karawang, pada 9 Desember 1947.
Lelaki gempal yang saat tragedi tak berperikemanusiaan itu menjabat sebagai Komandan Kompi I Batalion I Divisi Siliwangi di Karawang, langsung menengadahkan wajahnya ke langit-langit rumahnya yang sederhana di Jalan Gadog I, Cipanas Cianjur, Jawa Barat.
Saya tahu, Lukas yang usianya sudah mencapai 72 tahun saat itu, mencoba membendung air matanya, supaya dianggap tetap tegar, tidak mau dianggap cengeng di mata anak muda.
Namun, lama kelamaan air matanya semakin banyak, sehingga kelopak matanya tak mampu lagi membendung. Air mata itupun tumpah. Saat wajahnya ditundukkan, dia lepaskan tangis itu, sesenggukan bagai bocah.
“Maaf, sudah lama saya tidak menangis,” kata Lukas sambil mengusap air mata menggunakan ujung lengan panjang kemejanya. “Saat peristiwa pembantaian, saya sedang tidak di Rawa Gede, tapi di kampung lain di sekitar Karawang. Saya baru tahu pembanyaian itu keesokan harinya,” ujar Lukas.
Lukas mengaku tidak tahu persis alasan Belanda membantai penduduk tak berdosa itu. Namun, dia yakin peristiwa amat dahsyat itu disebabkan oleh rasa frustrasi pasukan Belanda yang tidak mampu menangkap pasukan pejuang, temasuk dirinya dan KH Noer Alie. “Kadang saya menyesal, mereka menjadi korban pembantaian demi melindungi para pejuang, termasuk saya dan KH Noer Alie,” kata Lukas.
Kebetulan, kata Lukas, saat itu daerah sepanjang rel kereta api yang membentang dari Karawang, Rawa Gede, dan Rengasdengklok menjadi basis pertahanan pejuang. Setelah Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947, Kapten Lukas Kustario dan KH Noer Alie sama-sama menempatkan pasukannya di Karawang dan sekitarnya.
Namun, secara alami, mereka saling berbagi wilayah operasi gerilya.
Lukas memegang wilayah dari Rengasdengklok, Rawa Gede, Karawang, ke selatan hingga hutan Kamojing. Adapun KH Noer Alie (Pimpinan Umum Markas Pusat Hizbullah-Sabilillah Jakarta Raya) dari Karawang ke utara, membujur dari Rawa Gede, Rengasdengklok, Batujaya, hingga Pakis. “Semua pejuang berpakaian seperti rakyat. Tak ada yang berani menggunakan pakaian dan uniform TNI, karena Karawang-Bekasi sudah dikuasai Belanda sejak Agresi Militer Belanda I,” kata Lukas.
***
ANAK petama Lukas, Lusiati Kushendrini Purnomowati, ingat ia pernah mendengar cerita tentang kejelian dan kelicinan ayahnya itu dari neneknya, Darsih. Ketika itu, kata Lusi, beberapa pekan menjelang peristiwa Rawa Gede, Lukas tengah di rumahnya di Cikampek bersama istrinya, Sri Soesetien, mertuanya Soekirno dan Darsih.
Tiba-tiba di depan rumah sudah berdiri sepasukan tentara Belanda. “Hati-hati Belanda, itu,” kata Darsih membisiki Lukas. Lukas yang masih mengenakan celana kolor, kaos singlet, dan kepala dililit handuk, tenang saja. “Di mana Lukas?,” kata seorang tentara Belanda kepada Lukas.
Lukas pun menjawab santai, “Oo, nggak tahu, barang kali di sana.” Begitu Belanda menjauh, Lukas segera berganti pakaian. “Langsung berangkat,” katanya. Lukas bertemu keluarganya kembali menjelang hijrah ke Yogyakarta pada Februari 1948.
Anak buah Lukas, Letanan Dua (Purnawirawan) TNI Soepangat, mengungkapkan, Komandan Batalion I Mayor Sudarsono sengaja menempatkan pasukan Lukas di Karawang yang “panas,” karena cocok dengan karakter Lukas yang pemberani dan cekatan.
Saat bertempur, Lukas selalu berada di posisi depan anak buahnya. Di sampingnya ada dua orang anak buah. Satu orang memegang bren, satu orang lagi memegang peluru. Saat berhadapan dengan musuh, kata dia, Lukas melakukan penembakan menggunakan bren telah tersedia di sisinya “Yang kesohor Lukas, karena itu (Rawa Gede) daerah kekuasaannya,” kata Soepangat di Cipanas, Cianjur, Kamis dua lalu.
Saking sulitnya Belanda menangkap Lukas, pihak Republik Indonesia menjulukinya sebagai tentara “kelotokan,” sedangkan Belanda menjulukinya sebagai “begundal” Karawang-Bekasi.
Perjalanan karir Lukas di ketentaraan bermula dari Madiun pada masa Pendudukan Militer Jepang 1942-1945. Lelaki kelahiran Magetan, 20 Oktober 1920, itu menjabat chudancho (komandan seksi) heiho di Madiun.Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Lukas dan rekan-rekannya mendatangi markas tentara Jepang untuk meminta senjata.
Mereka dipanggil Presiden Soekarno ke Jakarta, untuk menjaga keamanan. Sekitar 120 tentara dari Madiun diberangkatkan menggunakan kereta api pada 26 September dan tiba di Jakarta pada 29 September.
Bentrokan antara pejuang dengan tentara Sekutu-Inggris tak terelakkan. Terjadilan pertempuran sporadis, terutama di Senen, Kramat, dan Klender. Sebagian besar pasukan Madiun ditarik ke Surabaya paska peristiwa 10 Nopember 1945.
Yang tersisa di Jakarta tinggal sekitar 20 orang, yakni Seksi I Lukas Kustaryo di bawah Komandan Kompi I Banu Mahdi. Selanjutnya Kompi I ditempatkan di bawah komando Resimen VI/Cikampek.
Pada 13 Desember 1945, kota dan kampung-kampung di Bekasi dibom dan dibakar tentara Sekutu-Inggris. Penyebabnya, 26 tentara Sekutu-Inggris yang pesawatnya melakukan pendaratan darurat di Rawa Gatel, Cakung, pada 23 Nopember, dibunuh oleh para pemuda Bekasi pada awal Desember.
Lukas yang marah atas tindakan biadab tentara Sekutu-Inggris tersebut, membawa pasukannya dibantuk pemuda pejuang Bekasi untuk menyerbuan markas Sekutu-Inggris di Cililitan. “Kita bisa menekan moril pasukan Sekutu-Inggris dan Belanda, sehingga mereka tidak bisa keluar dari Cililitan, menimbulkan kekalutan mereka,” kata Lukas dalam wawancara saya pada 1992 itu.
Dari Bekasi, Lukas dan pasukannya ditugaskan ke Karawang. Di sana, Lukas menikah dengan Sri Soesetien, anak Kepala Stasiun Cikampek, Soekirno, pada 15 Oktober 1946. “Kedua orangtua bapak (Lukas), Djojodihardjo dan Prapti Ningsih, beragama nasrani. Saat menikah dengan ibu saya, beliau (Lukas) sudah muslim,” kata Lusiati.
Ketangguhan Lukas kembali diuji ketika pasukan Laskar Rakyat Jakarta Raya menyerang TRI di Tambun April 1947. Saat perundingan dengan Laskar Rakyat Jakarta Raya mengalami jalan buntu, Batalion I yang dipimpin Lukas bergerak ke Tambun. Lukas berhasil memukul mundur Laskar Rakyat Jakarta Raya.
Sebagian dari pemimpin Laskar Rakyat bergabung dengan tentara Belanda di Jakarta. Lukas merasa kecewa tatkala tentara di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Amir Sjarifuddin memerintahkan batalionnya bersama batalion Supriyatna dan batalion Sumantri, agar pindah ke Tasikmalaya.
Sebagai gantinya, ditempatkan Batalion Beruang Merah dari Tasikmalaya. Namun, pertahanan Beruang Merah di Tambun amat lemah, sehingga sangat mudah ditaklukkan Belanda saat Agresi Militer pada 21 Juli 1947. Pertahanan Republik pun beset hingga Karawang dan Cirebon.
Untuk mengembalikan pertahanan yang sudah dikuasai pasukan Belanda, Divisi Siliwangi melakukan konsolidasi. Lukas dan kawan-kawannya pun dikembalikan ke Karawang-Bekasi. Selain melakukan perang gerilya, mereka juga membentuk pemerintahan sipil, untuk menandingi pemerintahan bentukan Belanda.
Dampaknya, moral pasukan dan penduduk kembali bangkit. Watak agresif dan berani pula yang membuat Lukas kerap berhasil melumpuhkan lawan. Sebagai contoh, kata Soepangat, sebelum kembali ke Karawang-Bekasi pada Oktober-Nopember 1947, Batalion I melumpuhkan pasukan Belanda dalam perjalanan dari Tasikmalaya, Sumedang, Subang, Purwakarta, dan hingga Cikampek.
“Nah, yang bisa menghancurkan pansher Belanda itu, ya, Kompi Lukas. Itu sebabnya, Belanda amat mengenalnya,” ujar Soepangat. Makanya, begitu Lukas ditempatkan di Karawang, komandan “begundal” ini membikin “gerah” tentara Belanda.
Buktinya, ujar Soepangat, Belanda banyak kehilangan senjata dan jiwa dalam aksi-aksi gerilya yang dipimpin Lukas. Perang gerilya yang diajarkannya adalah, “Sekali serang, dua kali tembak, tiga kali hilang,” katanya.
“Umpamanya saya pegang pistol, ketemu Belanda. Setelah kita tembak, kita ambil senjatanya, lantas kita menghilang. Itu tiap hari kejadiannya. Ini yang membuat nama Lukas kesohor,” Soepangat menambahkan.
Berbagai cara dilakukan Belanda untuk memburu Lukas, namun lelaki dengan tinggi badan 160 senti meter itu bermata dan berotak jeli bagai elang dan licin bagai belut. Dia selalu lolos dalam setiap penyergapan. Selain mampu mengecoh lawan, Lukas juga dikenal sebagai sosok yang mampu menjalin hubungan erat dengan semua komponen pro-Republik Indonesia.
Dalam menjalankan aksi gerilyanya, Lukas selalu berkoordinasi dengan rekan-rekannya, seperti Kapten Mursjid sebagai Komandan Kompi II bergerak di Gunung Sanggabuana, dan Kapten Kharis Suhud, Komandan Kompi III di Kedung Gede hingga Cibarusah.
Lukas mengakui perjuangannya yang cenderung mulus juga berkat hubungan yang erat antara dirinya dengan gerilyawan lain dari badan-badan perjuangan, jawara, bandit, rampok, hingga rakyat jelata. “Saya menyatukan (semua komponen), jangan sampai perang saudara. Sebagian besar tidak menolak, karena tujuannya melawan Belanda,” kata Lukas. “Pasukan KH Noer Alie membantu. Mereka kasih makan, penunjuk jalan. Kalau saya mau mundur ke mana, semua diatur Pak Kiai,” kata Lukas.
Pada saat Divisi Siliwangi hijrah dari Jawa Barat ke Yogyakarta dan Jawa Tengah sejak Februari 1948, Lukas yang naik pangkat menjadi mayor dan naik jabatan sebagai Komandan Batalion 4 Tajimalela, kembali menunjukkan kebolehannya.
Selain memberantas pemberonakan PKI di Madiun, Lukas juga kerap memukul pasukan Belanda. Ketika itu, pada Desember 1948, tentara Belanda dari Batalion 3-11 RI Brigade W/Divisi B yang bergerak dari Banyumas dak merebut Banjarnegara, namun dihentikan dan dipukul mundur oleh Lukas.
Sekembalinya di Jawa Barat pada 1949, Lukas yang cinta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) “memerangi” para kolaborator Belanda yang bergabung dalam Negara Pasundan dan Federal Jakarta.
Salah satu caranya, dia bersama KH Noer Alie menggelar apel akbar di Alun-alun Bekasi pada 17 Januari 1950. Hasilnya, Bekasi memisahkan diri dari Jakarta, untuk selanjutnya bergabung ke dalam NKRI. Langkah ini diikuti Tangerang dan Bogor.
Saat memperkuat pemerintahan sipil di Jakarta dn sekitarnya, pada Nopember 1950, Mayor Lukas ditugaskan ke Maluku untuk memberantas pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) yang dipimpin mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur, Dr. C.R.S. Soumokil.
Lukas kembali nyohor berkat kesuksesannya merebut benteng Victoria dan menduduki sebagian besar Ambon pada 3 Nopember. Lukas mengamuk bagai Rambo begitu mendengar Komandan Operasi Maluku Selatan, Letnan Kolonel Ign Slamet Rijadi gugur. “Bakar semuanya!” ujar Soepangat mengenang perintah Lukas. Kota Ambon menjadi unggun raksasa dalam waktu singkat. RMS pun takluk.
Setelah kembali ke Jakarta pada awal 1951, Lukas menjadi Komandan Batalion “K” Brigade 20. Kali ini dia ditugaskan untuk memberantas gerombolan liar yang kerap melakukan perampokan dan pembakaran rumah-rumah warga di Bekasi, Cileungsi, dan Cibarusah.
Tentu saja Lukas tidak kesulitan, karena para gerombolan yang terdiri dari para bekas pejuang dan perampok, adalah orang-orang yang dia kenal baik pada masa perang kemerdekaan. Hasilnya, seperti dikutip koran Pemandangan, 24 Februari 1951, “Sekitar dua seksi pasukan gerombolan berhasil dipengaruhi tentara.”
***
Ketika asyik di ketentaraan, Lukas diajak oleh mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Kolonel A.H. Nasution mendirikan organisasi politik Ikatan Pendukung Kemerdekaan (IP-KI). Organisasi yang didirikan para tentara pada 20 Mei 1954, itu meraih empat kursi di parlemen dalam pemilihan umum 1955.
Lukas pun menjadi anggota DPR dari Fraksi IP-KI, bersama-sama Letnan Kolonel Daeng, Mayor Katamsi, dan Kolonel Gatot Subroto. Sejak saat itulah Lukas menetap di Cipanas, Cianjur.
Gatot Subroto yang kemudian menjadi Wakil KSAD digantikan posisinya oleh Kolopaking, sedangkan Nasution terpilih untuk anggota Konstituante di Jawa Tengah. Belakangan, Nasution diminta kembali oleh Presiden Soekarno untuk menjabat KSAD.
Lukas dan tentara yang duduk di IP-KI, kecewa dengan sepak terjang Nasution. Karena, Nasution bukan hanya meninggalkan IP-KI, tetapi juga memusuhi sejumlah tentara pendiri IP-KI. “Rupanya, mendirikan IP-KI untuk menyelamatkan dirinya sendiri,” kata Lukas.
Itu sebabnya, Lukas mengaku kapok bila diajak mendirikan organisasi apapun oleh Nasution. “Saya langsung menolak ketika Nasution, mengajak bergabung di Petisi 50,” katanya.
Ketika tak lagi berpolitik, Lukas kembali mengabdi sebagai tentara. Kali ini, pada awal 1960-an, sebagai Komandan Seksi Teritorial di Markas Divisi Siliwangi. Pada masa Orde Baru, Lukas dan para jenderal Siliwangi yang kritis terhadap pemerintahan Soeharto, dipinggirkan.
Sementara sebagian rekannya bergelimang harta dan jabatan, di hari tuanya, Lukas yang berpangkat brigadir jenderal purnawirawan lebih banyak mencurahkan waktunya untuk menyambangi orang-orang yang pernah bersinggungan dengan dirinya sejak masa perang kemerdekaan, dan berbaur dengan warga sekitar Cipanas.
Untuk mengenang peristiwa Rawa Gede, hampir setiap tahun, Lukas bersama rekan-rekannya menjenguk serta menyantuni para keluarga korban pembantaian di Rawa Gede. “Kami juga membikin monumen di Rawa Gede, agar sejarahnya tidak dilupakan generasi muda,” ujar Lukas.
Tak aneh kalau pada era 1980-an hingga 1990-an, rumahnya selalu didatangi para veteran, mantan jawara, mantan rampok, aktivis pemuda, peneliti, hingga mahasiswa skripsi. “Bapak rajin ke Bekasi, Karawang, Cikampek. Termasuk ke Rawa Gede dan Batalion 202/Tajimalela di Bekasi,” kata putra kedua Lukas, Bambang Rilaksana Susetia.
Jenderal “kelotokan” dan “begundal” Karawang-Bekasi itu wafat di Cianjur dalam usia 77 tahun pada 8 Januari 1997. Ribuan orang dari berbagai kelompok dan kelas yang melayat, menangisinya. Warga Cianjur yang mengenalnya sebagai jenderal yang ramah dan bersahaja itu, mengikhlaskan jalan-jalan utama mereka macet total. Para pedagang, rela menutup tokonya seharian.
Saking mengagumi dan menghormati keteguhan Lukas, sampai-sampai mereka menyiapkan tiga liang lahat, yakni di Taman Makam Pahlawan Kali Bata Jakarta, Gunung Kasur Cianjur, dan Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa Cianjur di Cipanas.
Akhirnya, keluarga memutuskan memakamkannya di Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa yang terletak di belakang Istana Negara Cipanas. Sehari setelah mendengar kabar Pengadilan Den Haag, Belanda, memenangkan para janda korban pembantaian Rawa Gede, keluarga berziarah ke makam Lukas. “Pak, berhasil sudah perjuangan Bapak,” ujar Lusiati.
Ali Anwar

Kampung Buni Punya Pasar Emas

Perjalanan menelusuri bantaran Canal Bekasi Laut (CBL) menuju Kampung Buni, Buni Bakti, Babelan, Kabupaten Bekasi, pada enam tahun lalu memang mengasikkan. Meski badan jalannya masih berupa pasir-batu (selanjutnya mulus karena dicor), tapi udaranya yang bersih berhembus semriwing membuat hati nyaman.

Tiba-tiba, menjelang belokan menuju Kampung Buni, otak saya kontan memerintahkan kaki kanan agar menginjak rem belakang, tanda harus berhenti. Saya tertegun sekitar sepuluh menit begitu melihat plang nama jalan yang cukup unik: Jl. Pasar Emas.
Kepada seorang warga saya bertanya, “Emangnya di ujung jalan ini ada pasar emas?” Dia mengaku nggak begitu ngerti. “Katanya sih dulu pernah ada jual-beli emas harta karun. Tapi biar lebih jelas, tanya aja sama Pak Dogol,” katanya.
Sekitar 500 meter, saya menemui Pak Dogol di rumahnya, juga di pinggir Jalan Pasar Emas. Meski usianya 70 tahun, namun petani yang kulitnya menghitam bekas terpangang matahari, itu masih memiliki otot yang kuat. Tatapan matanya tajam, dan daya ingat yang masih kuat.
“Dinamain Jalan Pasar Emas, karena pada 1960-an di sekitar sini banyak ditemukan banyak emas. Harta karun itu dijual kepada pedagang emas dadakan yang datang dari kota,” ujar Dogol. Seiring habisnya temuan emas, meredup dan hilang pula transaksi jual-beli emas. “Sebagai kenang-kenangan, warga menamainya Jalan Pasar Emas,” katanya.
Sebagai sejarawan, saya amat tertarik. “Gimana ceritanya sampe ada harta karun ema?,” kata saya. Menurut Dogol, kisahnya bermula pada 1958. Ketika itu Dogol muda membuat kalenan atau kali kecil agar air dari Kali Bekasi bisa dialiri ke sawahnya. Tiba-tiba matanya melihat sebuah “kute” (anting) kecil yang ngonggok di bibir lubang binatang yuyu. “Ternyata itu kute emas 0,5 gram,” kata Dogol.
Temuan Dogol menghebohkan penduduk. Berharap ada kute-kute lain, mereka berbondong-bondong mencangkul tanah sekitar lokasi. “Astaghfirullah, pada kedalaman satu setengah meter, ditemukan ratusan kerangka manusia,” Dogol mengenang.
Berbeda dengan kerangka umat Muslim yang menghadap kiblat (barat), kerangka yang mereka temukan umumnya menghadap utara. Menunjukkan mereka menganut kepercayaan para leluhur. Pada setiap kerangka yang telah rapuh tersebut, selalu ada perhiasan emas dengan aneka bentuk yang menempel di leher, tangan, dan kaki. Pada bagian bawah kerangka, ada semacam besi panjang. Di sekelilingnya terdapat berbagai gerabah berisi emas, beliung persegi, sampai batu warna-warni.
Heboh. Ribuan orang dari Bekasi, Jakarta, Karawang, Bandung, hingga Jawa tengah dan Jawa Timur mengaduk-aduk tanah Buni. Emas yang ditemukan langsung dilego kepada para penadah dadakan yang membuat tenda darurat. Adapun berbagai gerabah bersejarah hancur lebur, beliung persegi dilempar kemana mereka suka.
Belakangan arkeolog menyatakan, semua itu merupakan peninggalan nenek-moyang orang Bekasi sekitar 2000 tahun silam. Mereka menamakannya sebagai Situs Buni. Yang tersisa kini masih banyak tersimpan di Museum Nasional, Jalan Merdeka Barat, Jakarta. “Sejak saat itulah jalan kampung ini dinamain Jalan Pasar Emas,” kata Dogol. Sebuah perjalanan yang mengasikkan: rekreasi plus dapat ilmu.
Ali Anwar, Sejarawan

Pesenan bang Ridwan Abbas di FB NSBB

Ass.mesen wat anggota yg baru gabung!skedar masukan..!!kita kita dari admin kaga segen2 konfirmasi sdara smua wat masuk ma gabung [ϑ̲̅i̲̅] grup ini karna kita pngen smua braya bersatu..mentakan sdara ĴªŇбåΏ malu wat ngmprok!!karna kita disini bukan cumen candaan lewat dumay doangan,kita disini punya missi yang jelas,yaitu nylametin bahasa ama budaya pninggalan nene moyang kita..dah saatnya kita PD..kudu kita lakonin perjuangan ini ,bab alu bkan kita,sapalagih??nyo kita bareng2 kita budayain bahasa bekasi biar ƍäª kalah ma endonan yg macem2 suku ada [ϑ̲̅i̲̅] mari...!!kita disini ngga berpolitik,kita disini ngga komersil,kita disini ngga slingkuh,kita disini ngga cumen maen2.bultinya kita dah amprok ma bupati,pejabat kabupaten,dan kota bekasi..dan dikit lagi kita rencana amprok ma gubernur..bAhkan hampir semua media lokal dan nasional slalu ngliput tiap2 kegiatan kita.yg lbih membanggakan kita dah bisa antar bahasa kita masuk rekor murry lewat pmbacaan pantun oleh kong guntur [ϑ̲̅i̲̅] bekasi!!dan dalam waktu deket kita [ϑ̲̅i̲̅] minta terlibat dalm penggarapan film tentang bekasi!!ini prestasi dara!!!!!!untuk itu kpada smua anggota baru maupun lama jgan segen2 ngrapetin barisan....!!dan jauh2in yg namanya pikiran delit,sirik,dengki...karna yg ada disini semua braya,semua sdara,smua kluarga..Salkomsel dara!

Rabu, 16 Oktober 2013

KEMUNATAN NSBB

Assalmu"alaikum Wr. Wb.
Bakal Ngadepin Acara Nemu Taon NSBB nyeng ke 3..... Barian meriahin Hari Pahlawan Nasonal 10 November 2013... Pagimana Kalu Kita Ndadain Serentetan Acara.... Pagi- Pagi Upacara Bareng... di Gedong Juang Bareng Karang Taruna, DHC 45, FKPPI, Laskar Merah Putih, PPM, Pejuang Siliwangi Indonesia, Forum Pembauran Masrakat BEkasi Veteran Pejuang Indonesia... Nyeng di SPonsorin ama Rombongan kita NSBB ama Karang Taruna Tambun Selatan.... dan langsung Penyematan BAmbu Runcing Di Makam Pahlawan....
nahh dari siang ape Malem nya Kita adain Pagelaran Budaya Di Gedong Juang' 45
dan Rencana Nyeng Bakalan Di Gelar
1. Saut-sautan Pantun.. (Bahasa BEkasi)
2. PembacAAN Puisi Berantai (Bahasa BEkasi)
3. NSBB AWARD 2013 (Penilaiani Mulain dari Postingan ini Keblakang)
4. Parodi TAKE ME OUT NSBB
5. Parodi Lawyers Club NSBB
6. SHOW fatIMAH....(kalu di TV Beneran Mah Showimah)
7. Bazzar Budaya NSBB (Makanan ama Pakean ama apa bae dah dijualin)

Bakal Sodara Nyeng ada Ide atawa Gagasan Tolong di sampein ya di bawah ini.....
(ntong Lupa Like nya Bakal ukuran doank)
Terimakasih...... Salam Bekasih Guyub..

Senin, 30 September 2013

SEJARAH KAB. BEKASI

Pengantar Tulisan

…menyuguhkan tulisan tentang sejarah suatu kota tanpa dibatasi kurun waktu, memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, karena jika terlalu panjang, orang berfikir, yaa…baca saja Buku Sejarah resmi yang diterbitkan oleh Pemda bersangkutan, jika pendek, bagian mana yang harus dimuat, yang harus ditonjolkan, karena ini akan berhubungan dengan masa/waktu, pelbagai kepentingan, tujuan, gaya dan selera penulisan, maka tulisan ini’pun terbatas hanya sampai pada terbentuknya Kab Bekasi, dan inilah, puspa ragam sejarah Bekasi, disarikan dari buku “Sejarah Bekasi” terbitan Kantor Arpuslahta dan LPPM Unisma (2002), tanpa bermaksud mengecilkan peranan suatu tokoh, kelompok atau suatu masa perjuangan, tulisan ini semata-mata ingin mengenang, membangkitkan jiwa patriotisme dan kebanggaan heroisme (jika bisa..) kepada orang Bekasi, khususnya kawula muda Bekasi atau orang yang mengaku berjiwa Bekasi, seperti pesan pejuang Bekasi yang “ditangkap” oleh Chairil Anwar dalam satu kuplet “Krawang – Bekasi” …


Kenang-kenanglah kami,

Terus, teruskan djiwa kami

Teruskanlah perjuangan kami…


Bekasi, Masa Kerajaan…

Penelusuran Poerbatjaraka (seorang ahli bahasa Sansakerta dan bahasa Jawa Kuno). Kata “Bekasi” secara filologis berasal dari kata Candrabhaga; Candra berarti bulan (“sasi” dalam bahasa Jawa Kuno) dan Bhaga berarti bagian. Jadi Candrabhaga berarti bagian dari bulan. Pelafalannya kata Candrabhaga kadang berubah menjadi Sasibhaga atau Bhagasasi. Dalam pengucapannya sering disingkat Bhagasi, dan karena pengaruh bahasa Belanda sering ditulis Bacassie (di Stasiun KA Lemahabang pernah ditemukan plang nama Bacassie). Kata Bacassie kemudian berubah menjadi Bekasi sampai dengan sekarang.

Candrabhaga merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara, yang berdiri sejak abad ke 5 Masehi. Ada 7 (tujuh) prasasti yang menyebutkan adanya kerajaan Tarumanagara yang dipimpin oleh Maharaja Purnawarman, yakni : Prasasti Tugu (Cilincing, Jakarta), Prasasti Ciaruteun, Prasasti Muara Cianteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Pasir Awi (ke enam prasasti ini ada di Daerah Bogor), dan satu prasasti di daerah Bandung Selatan (Prasasti Cidangiang).

Diduga bahwa Bekasi merupakan salah satu pusat Kerajaan Tarumanagara (Prasasti Tugu, berbunyi : ..dahulu kali yang bernama Kali Candrabhaga digali oleh Maharaja Yang Mulia Purnawarman, yang mengalir hingga ke laut, bahkan kali ini mengalir disekeliling istana kerajaan. Kemudian, semasa 22 tahun dari tahta raja yang mulia dan bijaksana beserta seluruh panji-panjinya menggali kali yang indah dan berair jernih, “Gomati” namanya. Setelah sungai itu mengalir disekitar tanah kediaman Yang Mulia Sang Purnawarman. Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, yaitu pada tanggal 8 paro petang bulan phalguna dan diakhiri pada tanggal 13 paro terang bulan Caitra. Jadi, selesai hanya 21 hari saja. Panjang hasil galian kali itu mencapai 6.122 tumbak. Untuk itu, diadakan selamatan yang dipimpin oleh para Brahmana dan Raja mendharmakan 1000 ekor sapi…). Tulisan dalam prasasti ini menggambarkan perintah Raja Purnawarman untuk menggali kali Candrabhaga, yang bertujuan untuk mengairi sawah dan menghindar dari bencana banjir yang kerap melanda wilayah Kerajaan Tarumanagara.

Setelah kerajaan Tarumanagara runtuh (abad 7), kerajaan yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap Bekasi adalah Kerajaan Padjadjaran, terlihat dari situs sejarah Batu Tulis (di daerah Bogor), Sutarga lebih jauh menjelaskan, bahwa Bekasi merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Padjadjaran dan merupakan salah satu pelabuhan sungai yang ramai dikunjungi oleh para pedagang. Bekasi menjadi kota yang sangat penting bagi Padjadjaran, selanjutnya menjelaskan bahwa: “..Pakuan adalah Ibukota Kerajaan Padjadjaran yang baru. Proses perpindahan ini didasarkan atas pertimbangan geopolitik dan strategi militer. Sebab, jalur sepanjang Pakuan banyak dilalui aliran sungai besar yakni sungai Ciliwung dan Cisadane. Oleh sebab itu, kota-kota pelabuhan yang ramai ketika itu akan mudah terkontrol dengan baik seperti Bekasi, Karawang, Kelapa, Tanggerang dan Mahaten atau Banten Sorasoan…”

Demikianlah, waktu berlalu, kerajaan-demi kerajaan tumbuh, berkembang, mengalami masa kejayaan, runtuh, timbul kerajaan baru. Kedudukan Bekasi tetap menempati posisi strategis dan tercatat dalam sejarah masing-masing kerajaan (terakhir tercatat dalam sejarah, kerajaan yang menguasai Bekasi adalah Kerajaan Sumedanglarang, yang menjadi bagian dari Kerajaan Mataram). Bahkan bukti-bukti mengenai keberadaan kerajaan ini sampai sekarang masih ada, misalnya : ditemukannya makam Wangsawidjaja dan Ratu Mayangsari (batu nisan), makam Wijayakusumah serta sumur mandinya yang terdapat di kampung Ciketing, Desa Mustika Jaya, Bantargebang. Dimana baik batu nisan maupun kondisi sumur serta bebatuan sekitarnya, menunjukkan bahwa usianya parallel dengan masa Kerajaan Sumedanglarang. Demikian pula penemuan rantai di Kobak Rante, Desa Sukamakmur, Kecamatan Sukakarya (konon katanya, daerah Kobak Rante adalah daerah pinggir sungai yang cukup besar, hingga mampu dilayari kapal. Jalur ini sering digunakan patroli kapal dari Sumedanglarang. Suatu waktu, kapal bernama Terongpeot terdampar disana, sungai mengalami pendangkalan, Terongpeot tidak bisa berlayar, kayunya menjadi lapuk dan tinggallah rantainya saja…)


Bekasi, masa pendudukan Belanda…

Melihat sejarah Bekasi pada masa pendudukan Belanda, hampir sama dengan melihat sejarah Indonesia secara umum, karena letaknya berdekatan dengan Jakarta, maka sejarah Jakarta, dari Jayakarta, Batavia, Sunda Kalapa, sampai dengan Jakarta yang kita kenal sekarang melekat erat dengan Bekasi.

Tahun 1610, saat Pangeran Jayakarta Wijayakrama mulai melakukan perjanjian dagang dengan VOC (Verenigde Oost-indische Compagnie/semacam Kamar Dagang Belanda), yang empat tahun kemudian (1614), Gubernur Jendral’nya (Van Reijnst) mendapatkan ijin mendirikan benteng di sebelah utara keraton. Tahun 1618, Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen memperluas benteng hingga menjadi bangunan yang kokoh, berbentuk segi empat dimana disetiap sudutnya, ditempatkan meriam yang mengarah ke keraton. Tindakan provokasi dan mengancam ini, menimbulkan amarah Pangeran Jayakarta, yang kemudian menyerang benteng ini. Serangan ini ternyata sudah ditunggu oleh VOC, maka terjadilah pertempuran antara pasukan Pangeran Jayakarta dengan VOC (April-Mei 1619). Dan sejarah Indonesia mencatat, inilah awal bangsa Belanda (VOC dan kemudian digantikan langsung oleh Pemerintah Kerajaan Belanda) mulai menancapkan kuku penjajahannya dibumi Indonesia.

Setelah menguasai Jayakarta/Batavia (1619), Belanda berusaha memperluas daerah kekuasaannya ke Kerajaan Mataram, karena Raja Mataram mempunyai pengaruh yang sangat besar di Pulau Jawa, upaya ini menimbulkan kemarahan Sultan Agung Hanyorokokusumo.

Pada tahun 1628, Sultan mengerahkan 2 bergodo (setingkat Brigade) angkatan lautnya untuk menyerang Batavia, yang dipimpin oleh Tumenggung Baureksa dan Tumenggung Sura Agul-agul, serta dibantu oleh Tumenggung Mandureja dan Tumenggung Upasanta. Penyerangan besar-besaran ini dilakukan setelah pasukan Mataram pimpinan Kyai Rangga (Tumenggung Tegal) gagal menguasai Banten pada April 1628. Tumenggung Baureksa membawa 50 perahu perang yang dilengkapi persediaan beras, padi, kelapa, gula dan pelbagai keperluan hidup sehari-hari. Namun, karena jarak dan waktu yang lama, serangan ini dapat digagalkan Belanda karena kalah persenjataan dan kekurangan pasokan logistik pasukan.

Walaupun mengalami kekalahan telak, pasukan Mataram tidak mengendurkan niatnya untuk melakukan penyerangan kembali. Gelombang kedua, pasukan Mataram berangkat ke Batavia pada pertengahan Mei 1629. 20 Juni 1629, pasukan infantri yang dipimpin oleh Kyai Adipati Juminah, Kyai Adipati Purbaya dan Kyai Adipati Puger yang juga dibantu oleh Tumenggung Singaranu, Raden Aria Wiranatapada, Tumenggung Madiun dan Kyai Sumenep, menyerbu Batavia. Sebelumnya pasukan Mataram telah disiapkan matang dan jauh sebelum gerakan ofensif dilakukan. Sepanjang rute perjalanan kearah Batavia sudah dikirim terlebih dulu para punggawa yang bertugas menyediakan suplai logistik pasukan. Sejarah mencatat daerah suplai logistik pasukan Mataram berada disekitar wilayah Tegal, Cirebon, Indramayu, Karawang dan Bekasi (base camp di Bekasi berada di daerah Babelan).

Batavia dikepung dari segala penjuru, pasukan Mataram yang pulang dari Banten ikut menutup Batavia dari arah Barat (Kyai Rangga), tetapi sejarah kemudian mencatat bahwa walaupun dikepung dari segala penjuru ternyata Belanda dapat mempertahankan Batavia bahkan dapat memaksa mundur pasukan Mataram ke daerah pedalaman. Kegagalan ini, menyebabkan sebagian besar pasukan Mataram memilih untuk tidak kembali ke Mataram, karena Sultan Agung sudah menurunkan titah bahwa “…akan membunuh (dipenggal kepalanya) pasukan yang gagal melakukan penyerangan, bila kembali ke Mataram..”. Pasukan Mataram ini, kemudian menetap di wilayah Bekasi dan membaur dengan penduduk asli, terutama di sekitar daerah pantai dan di pedalaman, misalnya di Pekopen (konon, Pekopen berasal dari kata pe-kopi-an, artinya tempat istirahat dan ngopi’nya para tentara Mataram), Cibarusah, Pondok Rangon (konon juga, merupakan pondok tempat bala tentara Mataram mengadakan perundingan dan mengatur siasat penyerbuan, didirikan oleh Pangeran Rangga), Tambun, dan bahkan ada pula yang membuka perkampungan baru, karenanya sangat beralasan bila pengaruh kebudayaan Jawa terasa di sebagian daerah Bekasi. Tentara Mataram yang datang ke Bekasi, tidak hanya berasal dari Mataram saja (Jawa Tengah), tetapi juga ada yang berasal dari Sumenep (Madura, Jawa Timur), Kerajaan Padjadjaran, Galuh dan Sumedanglarang (Jawa Barat). Karenanya di Bekasi terdapat daerah-daerah yang berbahasa Sunda, dialek Banten, Jawa atau campuran. Kedatangan tentara Mataram selain berpengaruh terhadap bahasa, penamaan tempat juga ikut memperkaya khasanah budaya Bekasi, seperti Wayang Wong, Wayang Kulit, Calung, Topeng dan lain-lain. Selain itu ada juga kesenian olah keprajuritan “ujungan” yang menampilkan keberanian, ketrampilan dan sentuhan ilmu bela diri, khas olah raga prajurit.


Bekasi, Masa Pemerintahan Hindia Belanda…

Bekasi, pada masa ini masuk ke dalam Regentschap Meester Cornelis, yang terbagi atas empat district, yaitu Meester Cornelis, Kebayoran, Bekasi dan Cikarang. District Bekasi, pada masa penjajahan Belanda dikenal sebagai wilayah pertanian yang subur, yang terdiri atas tanah-tanah partikelir, system kepemilikan tanahnya dikuasai oleh tuan-tuan tanah (kaum partikelir), yang terdiri dari pengusaha Eropa dan para saudagar Cina. Diatas tanah partikelir ini ditempatkan Kepala Desa atau Demang, yang diangkat oleh Residen dan digaji oleh tuan tanah. Demang ini dibantu oleh seorang Juru Tulis, para Kepala Kampung, seorang amil, seorang pencalang (pegawai politik desa), seorang kebayan (pesuruh desa), dan seorang ulu-ulu (pengatur pengairan).
Untuk mengawasi tanah, para tuan tanah mengangkat pegawai atau pembantu dekatnya, disebut potia atau lands opziener. Potia biasanya keturunan Cina, yang diangkat oleh tuan tanah. Tugas potia adalah mengawasi para pekerja, serta mewakili tuan tanah apabila tidak ada ditempat. Disamping itu ada juga Mandor yang menguasai suatu wilayah, disebut wilayah kemandoran. Dalam praktek sehari-hari, mandor sangatlah berkuasa, seringkali tindakannya terhadap para penggarap melampaui batas-batas kemanusiaan. Para penggarap adalah pemilik tanah sebelumnya, yang tanahnya dijual pada tuan tanah. Orang yang diangkat mandor biasanya dari para jagoan atau jawara yang ditakuti oleh para penduduk.

Distrik Bekasi terkenal subur yang produktif, hasilnya lebih baik jika dibandingkan dengan distrik-distrik lain di Batavia, distrik Bekasi rata-rata mencapai 30-40 pikul padi setiap bau, sedangkan distrik lain hanya mampu menghasilkan padi 15-30 pikul setiap bau’nya. Namun demikian yang menikmati hasil kesuburan tanah Bekasi adalah Sang tuan tanah, bukanlah rakyat Bekasi. Rakyat Bekasi tetap kekurangan, dalam kondisi yang serba sulit, seringkali muncul tokoh pembela rakyat kecil, semisal Entong Tolo, seorang kepala perambok yang selalu menggasak harta orang-orang kaya, kemudian hasilnya dibagikan kepada rakyat kecil, karenanya rakyat sangat menghormati dan melindungi keluarga Entong Tolo, Sang Maling Budiman, Robin Hood’nya rakyat Bekasi. Di hampir semua wilayah Bekasi memiliki cerita sejenis, dengan versi dan nama tokoh yang berbeda. Hal ini juga, yang mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat Bekasi, terhadap sesuatu yang berhubungan dengan ke’jawara’an.

Setelah Entong Tolo ditangkap dan dibuang ke Menado, tahun 1913 di Bekasi muncul organisasi Sarekat Islam (SI) yang banyak diminati masyarakat yang sebagian besar petani. Berbeda dengan di daerah lain, kepengurusan SI Bekasi didominasi oleh kalangan pedagang, petani, guru ngaji, bekas tuan tanah dan pejabat yang dipecat oleh Pemerintah Hindia Belanda, serta para jagoan yang dikenal sebagai rampok budiman. Karena jumlah yang cukup banyak, SI Bekasi kemudian menjadi kekuatan yang dominan ketika berhadapan dengan para tuan tanah. Antara 1913-1922, SI Bekasi menjadi penggerak berbagai protes sebagai upaya penentangan terhadap berbagai penindasan terhadap petani, misalnya pemogokkan kerja paksa (rodi), protes petani di Setu (1913) sampai pemogokkan pembayaran “cuke” (1918).


Bekasi, masa pendudukan Jepang…

Kedatangan Jepang di Indonesia bagi sebagian besar kalangan rakyat, memperkuat anggap eksatologis ramalan Jayabaya (buku “Jangka Jayabaya”, mengungkapkan :”…suatu ketika akan datang bangsa kulit kuning dari utara yang akan mengusir bangsa kulit putih. Namun, ia hanya akan memerintah sebentar yakni selama ‘seumur jagung’, sebagai Ratu Adil yang kelak akan melepaskan Indonesia dari belenggu penjajahan…”

Pada awalnya, penaklukan Jepang terhadap Belanda disambut dengan suka cita, yang dianggap sebagai pembebas dari penderitaan. Rakyat Bekasi menyambut dengan kegembiraan, dan semakin meluap ketika Jepang mengijinkan pengibaran Sang Merah Putih dan dinyanyikannya lagu Indonesia Raya. Namun kegembiraan rakyat Bekasi hanya sekejap, selang seminggu pemerintah Jepang mengeluarkan larangan pengibaran Sang Merah Putih dan lagu Indonesia Raya. Sebagai gantinya Jepang memerintahkan seluruh rakyat Bekasi mengibarkan bendera “Matahari Terbit” dan lagu “Kimigayo”. Melalui pemaksaan ini, Jepang memulai babak baru penindasan, yang semula dibanggakan sebagai “saudara tua”.

Kekejaman tentara Jepang semakin kentara, ketika mengintruksikan agar seluruh rakyat Bekasi berkumpul di depan kantor tangsi polisi, untuk menyaksikan hukuman pancung terhadap penduduk Telukbuyung bernama Mahbub, yang ditangkap karena disuga sebagai mata-mata Belanda dan menjual surat tugas perawatan kuda-kuda militer Jepang. Hukum pancung ini sebagai shock theraphy agar menimbulkan efek jera dan ketakutan bagi rakyat Bekasi. Bala tentara Jepang juga memberlakukan ekonomi perang, padi dan ternak yang ada di Bekasi Gun dicatat, dihimpun dan wajib diserahkan kepada penguasa militer Jepang. Bukan saja untuk keperluan sehari-hari tapi juga untuk keperluan jangka panjang, dalam rangka menunjang Perang Asia Timur Raya.

Akibatnya, rakyat Bekasi mengalami kekurangan pangan, keadaan ini makin diperparah dengan adanya “Romusha” (kerja rodi). Pemerintah militer Jepang juga melakukan penetrasi kebudayaan dengan memaksa para pemuda Bekasi untuk belajar semangat bushido (spirit of samurai), pendewaan Tenno Haika (kaisar Jepang). Para pemuda dididik melalui kursus atau dengan melalui pembentukan Seinendan, Keibodan, Heiho dan tentara Pembela Tanah Air (PETA), yang kemudian langsung ditempatkan kedalam organisasi militer Jepang.

Selain organisasi bentukan Jepang, pemuda Bekasi mengorganisasikan diri dalam organisasi non formal yaitu Gerakan Pemuda Islam Bekasi (GPIB), yang didirikan pada tahun 1943 atas inisiatif para pemuda Islam Bekasi yang setiap malam Jum’at mengadakan pengajian di Mesjid Al –Muwahiddin, Bekasi, para anggotanya terdiri atas pemuda santri, pemuda pendidikan umum dan pemuda “pasar” yang buta huruf. Awalnya GPIB dipimpin oleh Nurdin, setelah ia meninggal 1944, digantikan oleh Marzuki Urmaini. Hingga awal kemerdekaan BPIB memiliki anggota yang banyak, markasnya di rumah Hasan Sjahroni, di daerah pasar Bekasi, banyak anggotanya kemudian bergabung ke-BKR dan badan perjuangan yang dipimpin oleh KH Noer Alie. GPIB banyak memiliki Cabang antara lain, GPIB Pusat Daerah Bekasi (Marzuki Urmaini dan Muhayar), GPIB Daerah Ujung Malang (KH Noer Alie), GPIB Daerah Tambun (Angkut Abu Gozali, GPIB Kranji (M. Husein Kamaly) dan GPIB Cakung (Gusir).


Bekasi, masa kemerdekaan…

Awal Agustus 1945, tanda-tanda kekalahan Jepang dari Sekutu kian santer terdengar, terutama di kawasan Asia Pasifik. Setelah bom atom “memeluk erat” Hiroshima dan Nagasaki, Jepang menyerah. Gelora kemerdekaan tidak hanya milik pemuda Jakarta saja, pemuda Bekasi’pun menyambut antusias, ketika diminta mengawal dan menjaga keamanan Bung Karno dan Bung Hatta beserta rombongan yang “bergerak” ke Rengasdenglok, pemuda Bekasi bergerak bahu-membahu mengamankan jalur perjalanan kedua pemimpin tersebut, berangkat maupun kembali (bagi masyarakat yang dilintasi jalur perjalanan, memiliki nostalgia heroik’nya tersendiri, dan jalur inilah oleh rakyat Bekasi disebut dengan Jalan Lintas Proklamator, melintas wilayah kecamatan Kedungwaringin, Cikarang Timur, Karangbahagia.

Setelah peristiwa ini, esok harinya Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, pk 10.00 WIB di Pegangsaan Timur 56, atas nama Bangsa Indonesia, Soekarno-Hatta membacakan Teks Proklamasi, yang kemudian disiarkan ke seluruh pelosok Indonesia. Rakyat termasuk rakyat Bekasi menyambut dengan penuh suka cita. Inilah titik awal untuk membangun bangsa setelah berabad-abad dibawah cengkraman penjajah, menjadi bangsa yang merdeka, wahai…alangkah indahnya !!

Sisi lain kabar gembira ini juga menimbulkan tindakan kekerasan, rakyat melampiaskan kemarahannya yang sudah terpendam lama akibat kekejaman tentara Jepang. Peristiwa pelucutan senjata dan pembunuhan terjadi juga di Bekasi. Peristiwa pembunuhan tuan tanah Telukpucung dan penahanan 49 truk milik Jepang pada 25 Agustus 1947 (2 truk bermuatan senjata disita, sedang 47 truk yang berisi tentara Jepang diperintahkan langsung ke Jakarta).

Insiden Kali Bekasi, sebuah epos yang memiliki arti yang sangat dalam bagi Rakyat Bekasi, menggambarkan keberanian Rakyat Bekasi, sekaligus tragis. Kali Bekasi merupakan garis demarkasi antara tentara sekutu (Inggris dan NICA) yang menduduki Jakarta dengan laskar-laskar Republik yang bertahan di seberang kali di bagian timur. Akibat pendudukan tentara Jepang yang kejam terhadap rakyat Bekasi, pemuda dan rakyat Bekasi bertindak sendiri dengan menangkap Orang-orang Jepang atau bahkan siapa saja yang diduga telah bekerja sama dengan Jepang. Pemuda dan rakyat Bekasi menghentikan setiap kereta api yang melintas Bekasi, baik yang keluar maupun menuju Jakarta. 19 Oktober 1945, meluncur kereta dari Jakarta yang mengangkut tawanan Jepang menuju Ciater (dipulangkan melalui lapangan udara Kalijati), kereta tersebut berhasil lolos dari hadangan, setibanya di Cikampek dihentikan oleh para pejuang disana dan diperintahkan kembali ke Jakarta. Rakyat Bekasi sudah menunggu, di Stasiun Bekasi seluruh gerbong kereta digeledah, ditemukan 90 orang tentara Jepang. Rakyat beringas ketika ditemukan senjata api milik seorang tawanan (ada ketentuan bahwa Jepang wajib menyerahkan seluruh persenjataannya), seluruh tawanan ditelanjangi dan ditempatkan di Rumah Gadai tepi kali Bekasi, yang dijadikan penjara sementara. Awak kereta sudah mencoba mencegah penggeledahan terhadap tawanan dengan menunjukkan surat perintah jalanan dari Menteri Subardjo yang ditandatangani Bung Karno, rakyat Bekasi tidak perduli, kemarahan memuncak karena pengalaman sejarah yang begitu kejam pada masa pendudukan Jepang. Setelah maghrib, seluruhnya digelandang ke tepi Kali Bekasi dan dibantai. Kali Bekasi yang jernih memerah darah.

Laksamana Maeda protes, meminta pertanggung-jawaban R. Soekanto (Kapolri waktu itu) dan meminta jaminan agar peristiwa seperti itu tidak terjadi lagi. Bunyi surat Maeda “…Kedjadian ini boleh dibilang beloem terdjadidalam Sedjarah doenia, dan kelakoean sematjam ini menodai perasaan soetji terhadap jang maha koeasa serta menghina terhadap perasaan kemanoesiaan. Hal ini dipandang sebagai boekti bahwa bangsa Indonesia dengan sikap jang demikian itoe tidak mempoenjai pendirian tegoeh di doenia ini. Djika dibiarkan keadaan semacam itoe mungkin akan meradjalela…etc”. R. Soekanto mendjawab, sekaligus sebagai pernyataan sikap pemerintah Republik, “… sesoenggoehnja jang mempoenjai hak mendjalankan hoekoeman menembak mati hanjalah pemerintah Repoeblik Indonesia, akan tetapi daerah Bekasi itoe seperti toean ketahoei ialah soeatoe daerah dimana rakjat beloem sama sekali toendoek kepada pemerintah Repoeblik Indonesia. Seperti dalam soerat itoe telah menjatakan penjelasan kami atas kedjadian itoe, maka pemerintah Repoeblik Indonesia telah beroesaha sebaik2-nja oentoek menolong 90 orang serdadoe Jepang itoe, akan tetapi oesaha itoe gagal…”. Akibat Insiden Kali Bekasi, Bung Karno merasa perlu untuk datang ke Bekasi (25 Oktober 1945), menenangkan rakyat Bekasi dan menghimbau agar peristiwa serupa itu tidak terulang lagi. Setelah Presiden memberikan amanatnya, rakyat Bekasi membubarkan diri dengan tenang.
Belanda masih belum rela melepas kuku’nya di Indonesia, “ndompleng” tentara Sekutu yang secara resmi membawa tugas sebagai Allied Prisoners of War and Interness/APWI (melucuti dan memulangkan tentara Jepang, mengevakuasi tawanan perang, menjaga keamanan dan ketertiban di bekas pendudukan Jepang yang diambil alih). Maksud Belanda kembali menguasai bumi pertiwi ini, membakar kemarahan Bangsa Indonesia, pemuda Bekasi berang, semboyan “Sekali Merdeka, Tetap Merdeka”, “Rawe2 Rantas, Malang2 Poetoeng”, “Bekasi Pantang Moendoer”, serta salam pekikan “MERDEKA” membahana di atmosfir Bekasi. Beribu-ribu rakyat Bekasi bersenjatakan bambu runcing, golok, keris dan beberapa pucuk senjata api hasil pampasan, rakyat Bekasi tetap menerobos barikade, menyerbu Jakarta, Lapangan Ikada. Membuktikan kepada dunia, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia telah berdiri dan ada! (Rapat besar Ikada tidak berlangsung mulus, Bung Karno hanya meminta rakyat untuk tetap tenang dan kembali ke rumah masing-masing).

Peristiwa Bekasi Lautan Api, juga merupakan sebuah bukti catatan Sejarah Perjuangan Rakyat Bekasi, yang banyak merenggut jiwa-jiwa patriotisme dalam mempertahankan kemerdekaan. Bermula dari jatuhnya pesawat Dakota Inggris di Rawa Gatel, Cakung (wilayah Bekasi ketika itu). Rakyat mengepung pesawat, seluruh awak pesawat dan penumpang (4 orang awak pesawat berkebangsaan Inggris dan 22 berkebangsaan India-Sykh, orang Bekasi nyebutnya “tentara ubel-ubel”), ditangkap dilucuti senjata serta pakaiannya, dibawa ke Markas TKR Ujung Menteng (pimpinan Umar Effendi dan Muhammad Amri), selanjutnya ditahan di tangsi polisi Bekasi.

Sekutu kemudian mengirimkan maklumat, kepada pejuang Bekasi (diterima Dan TKR Yon V, Mayor Sambas Atmadinata), isinya : “…segera seluruh tentara Inggris yang ditawan di Bekasi agar dikembalikan kepada pihak Inggris. Apabila tidak dikembalikan, maka Bekasi akan dibumi-hanguskan…”, Rakyat dan Pemuda Bekasi menolak isi maklumat tersebut (gue kagak takut, coy…!) tiga hari kemudian seluruh tawanan dibunuh.

Inggris mengirimkan Batalyon Infantri dan Artileri’nya (tentara Punjab ke-1/16, Skuadron Kavaleri FAVO ke-11, Pasukan Perintis ke-13, Pasukan Resimen Medan ke-37 dan Detasemen Kompi Medan ke-69), bergerak dari Jakarta menuju Cakung, melewati garis demarkasi dan memasuki wilayah Kranji. Pemuda dan Rakyat Bekasi melakukan penghadangan di Kp. Rawa Pasung, pintu lintasan kereta ditutup, rakyat Bekasi bersembunyi disemak-semak sekitarnya. Sekutu berhenti, disangkanya ada kereta yang akan melintas, saat lengah, rakyat Bekasi muncul dari semak-semak melumpuhkan pasukan sekutu yang membawa perlengkapan perang modern, bahkan pemuda Bekasi tanpa menghiraukan nyawanya, dengan gagah berani, naik keatas Panser. Pertempuran jarak dekat ini, membuat tentara Sekutu “keder”, mereka menarik mundur pasukan.

Sekutu kembali menyerang, dengan kekuatan lebih besar, puluhan truk berisi serdadu Inggris dan India (prajurit Punjab dalam dunia militer, terkenal dengan belati “kukri”nya) puluhan panser dan pesawat terbang menyerbu Bekasi. Rakyat Bekasi merubah taktik pertempuran, pusat kota dikosongkan, membentuk pasukan-pasukan kecil yang gagah berani, hit and run dijalankan, gerilya kota dimulai…, karena takut dan tidak menguasai wilayah, serdadu Inggris selalu berkelompok dalam pasukan jumlah besar.

Ketika pasukan Inggris sampai di tangsi Bekasi, mereka tidak menemukan seorangpun pejuang Bekasi, hanya menemukan mayat teman-temannya yang telah membusuk dan sebagian dikubur di belakang Tangsi Polisi Bekasi. Akibat kejadian itu, Sekutu mulai melakukan provokasi dengan melakukan penyerangan secara sporadis, pesawat udara dan pasukan darat melakukan serangan membabi buta, pesawat udara menggunakan bom-bom pembakar, pasukan darat membakari rumah-rumah penduduk.

Kampung Dua Ratus terbakar, kemudian meluas ke Kayuringin, Teluk Buyung, Teluk Angsan dan Pasar Bekasi. Bekasi Timur dan Barat berubah seperti “api unggun raksasa”, langit Bekasi menghitam, dipenuhi asal mengepul ke udara, hitam pekat. Pembakaran berlangsung hampir satu malam penuh, paginya hanya menyisakan asap dan debu, puing-puing berserakan. Ibu-ibu, anak-anak dan orang tua berteriak histeris menyaksikan ulah tentara Sekutu. Masyarakat Bekasi mengungsi, tidak dapat berbuat banyak untuk menyelamatkan harta bendanya.

Peristiwa ini menjadi berita besar bagi pers Nasional maupun Internasional, pers internasional mengutuk tindakan Inggris yang mengibaratkan dengan tindakan Nazi Jerman yang membakar habis kota Lydice-Cekoslowakia dalam Perang Dunia II. Perdana Menteri Sjahrir menyatakan “…jika Inggris menggunakan kekerasan untuk mengembalikan keamanan di Djawa, maka semua orang Indonesia akan melawan sebisa dia. Merdeka!!…”. Rosihan Anwar, yang sedang melakukan perjalanan ke Yogyakarta, pagi harinya, menyaksikan Bekasi dari sela-sela jendela kereta, menggambarkan…”Waktoe kita melewati Bekasi nampaklah di tepi djalan roemah2 habis terbakar menjadi deboe sebagai akibat kekerasan Inggris. Pemandangan amat menjedihkan, mengingatkan kita bahwa disana ada djedjak peperangan. Akan tetapi djoestroe dekat reroentoehan roemah itoe kita melihat perempoean toeroen ke sawah memasoekan benih-benih ke dalam loempoer. Pertentangan ini mengharoekan djiwa moesafir, sebab didekat reroentoehan moentjoel dengan tabahnya oesaha menghidoepkan. Itoelah bangsa Indonesia penoeh vitaliteit, mempunyai banjak kegembiraan dan tenaga hidoep ber-limpah2…”

Bekasi, terbentuknya Kabupaten Bekasi…

Berdasarkan aturan hukum pada saat itu dan melihat kegigihan rakyat memperjuangkan aspirasinya untuk membentuk suatu pemerintahan tersendiri, setingkat Kabupaten, mulailah para tokoh dan rakyat Bekasi berjuang agar pembentukan tersebut dapat terealisasikan. Awal tahun 1950, para pemimpin rakyat diantaranya R. Soepardi, KH Noer Alie, Namin, Aminudin dan Marzuki Urmaini membentuk “Panitia Amanat Rakyat Bekasi”, dan mengadakan rapat raksasa di Alun-alun Bekasi (17 Januari1950), yang dihadiri oleh ribuan rakyat yang datang dari pelbagai pelosok Bekasi, dihasilkan beberapa tuntutan yang terhimpun dalam “Resolusi 17 Januari”, yang antara lain menuntut agar nama Kabupaten Jatinegara dirubah menjadi Kabupaten Bekasi, tuntutan itu ditandatangani oleh Wedana Bekasi (A. Sirad) dan Asisten Wedana Bekasi (R. Harun).

Usulan tersebut akhirnya mendapat tanggapan dari Mohammad Hatta, dan menyetujui penggantian nama “Kabupaten Jatinegara” menjadi “Kabupaten Bekasi”, persetujuan ini semakin kuat dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 14 Tahun 1950 yang ditetapkan tanggal 8 Agustus 1950 tentang : Pembentukan Kabupaten-kabupaten di lingkungan Propinsi Jawa Barat, serta memperhatikan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1950 tentang berlakunya undang-undang tersebut, maka Kabupaten Bekasi secara resmi terbentuk pada tanggal 15 Agustus 1950, dan berhak mengatur rumah tangganya sendiri, sebagaimana diatur oleh Undang-undang Pemerintah Daerah pada saat itu, yaitu UU No.22 Tahun 1948. Selanjutnya, ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
<!--[if !supportLineBreakNewLine]-->
<!--[endif]-->


Tingkat II Kabupaten Bekasi, bahwa tanggal 15 Agustus 1950 sebagai HARI JADI KABUPATEN

BEKASI, dan R. Suhandan Umar (sebelumnya Bupati Jatinegara) sebagai Bupati Bekasi pertama, kedudukan kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi tetap di Jatinegara (sekarang Markas Kodim 0505 Jayakarta, Jakarta).


Penutup Tulisa

Dalam perjalanannya kemudian, Bekasi mengalami perkembangan yang sangat pesat, menjadi kawasan industri yang men”dunia”, kawasan industri yang tidak hanya berisi pabrik-pabrik, tetapi juga didalamnya bercokol juga plaza, mal-mal, perumahan, lapangan golf, pusat bisnis bahkan sekolah-sekolah unggulan, dari sejak children play group sampai perguruan tinggi bertaraf nasional maupun international, yang mungkin pada jaman ‘Entong Tolo’ dulu, tak akan pernah bisa kita bayangkan.

Di sisi lain, Kabupaten Bekasi juga kini telah melahirkan seorang putra yang cantik nan rupawan, montok dan moleg, sexy dan mumpuni, bak pemain sinetron yang lagi digandrungi, Kota Bekasi. Kita, masyarakat Kabupaten Bekasi, orang tua’nya, selalu berdoa semoga putera ini sehat, pinter, berguna bagi nusa, bangsa, agama dan bangsanya, dan tidak menjadi Malin Kundang bagi orang tuanya….


Dengan terbentuknya Kota Bekasi, kita harus mampu menggali nilai-nilai kesejarahan yang ada di wilayah kabupaten (tanpa harus meninggalkan kebersamaan sejarah dengan kota), untuk dapat meningkatkan rasa kebanggaan dan rasa memiliki yang tinggi, sebagai warga masyarakat Kabupaten.
(sumber humas kab bekasi blog